Obrolan Warga Biasa

Obrolan Warga Biasa
Oleh
Yon’s Revolta


Jika pejabat negeri ini bicara tentang “Kemakmuran Rakyat”…
Percayalah bahwa semua itu omong kosong belaka.

Kedengarannya begitu fatalis ya. Tapi, begitulah faktanya. Teramat sedikit kita temukan pejabat negara yang benar-benar peduli terhadap warganya. Coba kita hitung dengan jari siapa pejabat-pejabat itu, siapa yang peduli. Saya yakin, akan begitu sulit kita menyebut mereka. Sebuah kesimpulan yang gegabah, mungkin. Tapi bukan ini yang hendak saya kemukakan. Saya bukan pula bersemangat memprovokasi untuk anti terhadap pejabat negara, anti terhadap pemerintah. Yang ingin saya kemukakan adalah bagaimana kita mendudukkan keadaan sehingga alternatif jalan bagi kita, warga biasa bisa ini tepat. Kemudian, kita benar- benar bisa keluar dari kemelut krisis kehidupan yang masih kita alami, kita rasakan…

“Mas, ada pemerintah atau nggak bagi kami tak ada bedanya”. Begitu pengakuan seorang penambal ban yang mangkal di ujung jalan. Pernyataan ini sesungguhnya sangat radikal sekali. Artinya apa, dimatanya pejabat pemerintah itu tak ada gunanya. Saya menangkap pesannya begitu. Ini setelah obrolan yang cukup lama. Ya, seorang penambal ban itu, dan mungkin warga biasa lainnya, sangat merasakan bagaimana mereka memang berjuang sendiri, mempertahankan hidup sendiri. Mereka tak merasa pemerintah itu hadir disaat kesulitan hidup melanda, saat kesulitan hidup dirasakannya…

Negeri ini memang sakit…

Begitu kata salah seorang pejabat negara. Tak tepat pernyataan ini. Yang sakit itu ya pejabat pemerintah itu. Jelas adanya tak dianggap oleh warga. Lalu apa kehormatan yang disandang sebagai seorang pejabat. Tak ada. Yang ada hanyalah dia bersama keluarganya bisa hidup layak berkecukupan dengan fasilitas negara. Selebihnya, tak ada kehormatan dalam sejarah kehidupannya.

Lantas, apakah kita sebagai warga biasa hanya bisa diam…

Tidak. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita tetap melancarkan kritik mensikapi pemerintahan yang timpang, pemerintahan yang tidak adil. Lewat berbagai media apapun, demonstrasi, surat pembaca, class action dll. Ini sebagai tanggung jawab moral kita sebagai warga negara. Yah, kalau punya kapasitas yang lebih, silakan untuk maju, merebut kuasa atas berbagai lini. Menjadi anggota dewan atau jajaran birokrasi pemerintah. Ini salah satu usahanya. Proses yang panjang memang, tak berhenti ketika sudah mendapat kekuasaan. Justru amanah terbesar bagaimana menjaga kehormatan dirinya. Artinya apa, nurani, kejujuran dan kepedulian berbicara setelahnya.

Bagaimana dengan warga biasa. Lakukan sepanjang kita bisa. Melek politik, jelas kita perlukan sehingga bisa melihat dengan jernih keadaan. Selebihnya, kita berkonsentrasi dengan fokus kerja yang ingin kita berikan, yang ingin kita sumbangkan untuk memperbaiki keadaan di negeri ini. Tak jadi soal kerja-kerja kecil asalkan sinergis dengan cita-cita besar perubahan.

Memang, kalau melihat problem negeri ini begitu pelik, begitu rumit. Tak usahlah pusing. Tugas kita adalah menyelesaikan salah satu problem dengan kapasitas kita masing-masing, sejauhmana peran bisa kita ambil. Modalnya memang kemandirian. Artinya apa, idealnya memang elit pemerintah turun tangan menyelesaikan problem warga. Tapi, ah tak usahlah hari ini kita terlalu berharap banyak. Dengan kemandirian, kita selesaikan problem disekitar kita, tak usahlah terlalu bergantung kepada pemerintah. Kita lakukan kerja perubahan sepanjang kita bisa. Saya kira, untuk saat ini memang demikian strateginya. Ya, kalau mau jujur, diam-diam kita sebenarnya baru saja menyerukan pembangkangan sipil. Tak mengapa. Sesekali memang harus begitu. Selamat bekerja.

Rumah Kelana, 12-agustus 2007

0 Response to "Obrolan Warga Biasa"