Salimah Nenek Tersayang

Salimah Nenek Tersayang
Oleh
Yons Achmad*


Salimah. Itu nama nenek saya: sampai sekarang masih sehat segar bugar. Pernah menikah empat kali. Terdengar aneh, tapi benar adanya. Dari suami pertama lahir satu anak tinggal di Jakarta, dari suami kedua lahir dua anak (ayah saya dan satu saudaranya), tinggal di Magelang, dari suami ketiga lahir satu anak, tinggal di Madiun, dari suami keempat lahir satu anak, tinggal di Magelang. Yang saya ingat masih ada dua atau tiga anaknya lagi, tapi saya tak begitu hafal dari suami yang mana.

Semua suaminya sudah meninggal dunia. Dulu, saya pikir kakek saya adalah suami keempat nenek saya. Tapi ternyata bukan, belakangan saya tahu suami kedualah kakek saya sebenarnya. Namanya Wiryo.

Seteleh pisah dengan nenek saya, kakek menikah lagi dengan perempuan asal Ambarawa dan tinggal di sana. Katanya punya anak juga, namanya Didik, tapi belakangan saya ketahui ternyata itu bukan anaknya: hanya anak angkatnya. Kakek saya itu, awalnya saya pikir Agamanya Kristen/Katholik karena ada gambar Yesus di pintu rumahnya di Ambarawa. Tapi, waktu ke rumah orang tua saya di Magelang kok sholat dia. Bingung: Agama kakek itu sebenarnya apa.

Menelisik silsilah keluarga kadang saya dibuat pusing juga. Belum lagi sewaktu kecil sering mendengar banyak orang yang bilang saya ini anak boleh nemu di sungai. Ditemukan oleh Pak Tohir, penjaga jembatan penyeberangan sungai Pabelan. Saya tentu tak percaya cerita becandaan itu.


Tapi sialnya, pernah suatu ketika ada orang asing mengetuk rumah pintu orang tua saya: Kebetulan saya yang membukanya dan dia bilang, dalam bahasa Indonesia kira-kira “Assalamualaikum, benar ini rumah Pak Tohir?”.... Jleb. Terdiam saya.

Entahlah....kembali ke kisah Nenek

Seingat saya, Salimah: nenek saya itu sangat baik. Sayang sama anak-anak, suka memberi, tak suka marah. Itu ingatan sewaktu kecil. Maklum, sejak SMP saya anak kabur-kaburan. Apalagi sejak SMA-Kuliah saya kost, ketemu orang tua aja jarang, apalagi sama keluarga yang lain. Jadi ingatan itu hanya sekelumit saja. Hanya saja kalau saya pas pulang kampung (dulu waktu masih kuliah) nenek selalu menjejali tas saya dengan sabun, odol, biskuit, sarimi dll. Yang baru ketahuan pas saya sampai di kost-an.

Nenek saya itu pengusaha kuliner. Sempet berjaya ketika dulu jalanan Magelang-Boyolali sangat ramai karena ada bus Merapi Indah yang lewat situ. Sejak bus-bus tak beroperasi, nenek saya membuka warung di kampung. Di kampung saya yang dari dulu jumlah warganya cuman sekitar 66 KK dengan 3 RT, warung nenek itulah satu-satunya warung yang ada di kampung saya. Yang menjual keperluan sehari-hari layaknya warung kelontong pada umumnya. Kehidupan nenek dari situ.

Saya kadang mikir, dengan suami-suaminya dulu, pastilah banyak tersimpan cerita. Lebaran nanti saya akan coba menguaknya. Dan yang pasti ingin juga kejelasan, saya ini sebenarnya anak siapa. Jangan-jangan ada kisah tersembunyi kayak Tansen dalam cerita Madre karya Dee, yang baru tahu silsilah keluarganya setelah umur mendekati tiga puluh. Aha. Konyol ya pikiran saya. (*)

*Penulislepas. CEO Kanetweb

0 Response to "Salimah Nenek Tersayang"