Oleh
Yons Achmad*
Yons Achmad*
Kacau. Jika sebuah novel yang ditulis setengah mati tak kunjung terbit juga. Iwan Simatupang, pernah mengeluh kepada HB Jassin:
“Aku banyak sekali mengalami kegetiran akhir-akhir ini, Hans. Dan, hanya dengan terbitnya novel-novelku inilah yang mampu memberi kompensesasi kepada frustasi-frustasiku. Bahkan, kegetiran yang bagaimanapun aku tak gentar menghadapinya, bila saja karya-karyaku dapat terbit”
Begitulah. Novel Iwan Simatupang “Merahnya Merah” selesai ditulis 1961 terbit 1968. “Ziarah” selesai 1960 terbit 1969. “Kering” selesai 1961 terbit 1972. Sebuah kekesalan yang siapapun akan memahami.
Chairil Anwar, jika sedang galau tak tertahankan, mendatangi Marsiti. Si penunggu gubug reot mesum di pinggiran rel kereta api. Perempuan itu dengan senang hati memijat tubuhnya yang ringkih. Setelah bermesraan, rasanya bisa menulis sajak-sajak yang dahsyat itu.
Konon, tersebutlah kisah Ernest Hemingway: Novelis memukau lewat karyanya “Old Man and The Sea” itu mesti bersama perempuan yang berbeda untuk merampungkan satu novelnya. Entah kegilaan macam apa ini. Yang pasti kabar menyebutkan demikian.
Galileo Galilei punya cerita lain. Tokoh ini dikenal sebagai orang yang katanya tak pandai bergaul. Hidupnya habis diantara tumpukan buku. Dia tidak pernah pacaran, apalagi menikah. Akan tetapi, dari pembantu rumah tangganya, Marina Andrea Gamba, dia punya anak tiga tanpa nama baptis: Virginia, Livia dan Vincenzio.
Sementara Jean Paul Sartre dia bercinta dengan feminis Simone de Beauvior begitu saja. Panas, membara, penuh cinta. Tapi tidak pernah menikah.
Itu sekelumit cerita berserak yang diantaranya saya nukil kembali lewat kisah Aulia Muhammad “Sketsa Hidup Penulis-Penulis Besar Dunia” Potret kegetiran dan kegalauaan yang dialami para penulis pria, lantas perempuan sebagai pelarian.
Lalu bagaimana dengan skandal penulis pria di tanah air tercinta?
Tak mudah melacaknya. Hanya gosip beredar bak aroma makanan yang nikmat adanya. Untuk sekedar mengetahuinya, dengarkan cerita Medy Loekito dalam Jurnal Perempuan edisi “Perempuan dan Sastra”. Kali ini skandal sesama penulis sastra. Bukan dengan wanita biasa.
Dikisahkan. Tentang adanya penulis pria yang dengan enteng menawarkan “bantuannya”. Bantuan ini ditawarkan karena (mungkin) berhasil diberlakukannya terhadap penulis wanita yang lain, sehingga penulis pria ini secara serampangan menyimpulkan bahwa penulis wanita lain pastilah juga tak menolak, bahkan mungkin bangga karena “dia”-seorang penulis terkenal-yang membantu. Rasa percaya diri yang berlebihan pada penulis pria ini tanpa disadari telah menyakiti ego si penulis wanita, terutama karena “imbalan” yang diharapkan, yakni “Menemani Tidur”.
Mungkin ada yang bilang, penulis pria tak semuanya begitu. Tapi, saya yakin yang bertipe macam penulis-penulis diatas banyak tampangnya. Dan bisa jadi beredar di pelosok negeri. Pertanyaannya kenapa bisa begitu?
Sulit menjawabnya. Semacam datangnya ilham untuk sebuah ide novel baru, penulis pria juga tergoda untuk mencoba hal-hal baru. Salah satunya dengan perempuan baru. Kenapa? Lazim adanya, perempuan terkadang menjadi inspirasi terbesar penulis atau pengarang. Apalagi jika frustasi sedang meninggi. Dan imajinasi sedang melambung tinggi. Sebuah kedunguan kesekian.
Awalnya mungkin sekedar berdiskusi di kedai kopi, saling berkorespondensi, lalu skandal itu terjadi. Puncak rahasia yang diam-diam tersimpan, jangan sampai rumput dan pepohonan membisikannya pada angin.
Skandal demi skandal menyelimuti kisah para penulis pria. Untuk sekedar seks belaka mengusir penat sementara. Sekedar mencoba-coba. Atau karena memang benar-benar cinta. Lalu apa yang tersisa?
Pertaruhan penulis adalah pada kata. Itulah satu-satunya harta yang dia punya. Dan sungai spiritual adalah penjaganya. Agar skandal-skandal itu tak lagi ada. Kalaupun terlanjur, cukup sekali saja. Lalu, terimalah makian para perempuan yang berkata “Dasar Onta”. (*)
Halim Perdana Kusuma: 2 Agustus 2011
5 Responses to "Skandal Cinta Penulis Pria"
semoga bukan representasi dalam tulisan laki-laki.
Wow, tulisan bung yons makin keren deh. Saya suka bagian penutupnya, tentang sungai spritual. Cool!
^)^
--Lalu, terimalah makian para perempuan yang berkata “Dasar Onta”--
hehehe.. saya suka kalimat itu :P
wahahahahah, how very honest. jadi bang Yons sendiri skandalnya macam apa?!
*kabur sebelum disiram kolak*
Jika untaian kata-kata adalah hasil dari suatu tindakan, maka ketidak laziman dan kekacauan yg terkadang penjadi bahan inspirasi. Karena tak gampang menjalani kehidupan apalagi menuliskan kehidupan itu sendiri.
Salam
Atisa
Posting Komentar