Masih Ada Sisa Waktu
Oleh
Yon’s Revolta
Lelaki itu nampak letih…
Rupanya Ia terlalu capek bekerja. Duduk didepan kantor, kaki berselonjor. Entah, apa yang dpikirkannya. Matanya menerawang kosong, menyapu pandang sepanjang jalan yang nampak beberapa orang berlalu lalang. Sesekali, membereskan rambutnya yang nampak kusut. Ia, orang yang lumayan sudah saya kenal. Bekerja pada sebuah perusahaan penyedia layanan internet. Belajar secara otodidak. Tak ada sangkut pautnya dengan ilmu yang didapatkan sewaktu sekolah di Akuntansi dulu. Mendapati dirinya begitu, saya dekati saja. Dan, benar, rupanya Ia sedang mengenangkan cerita masa muda dulu.
Sebut saja namanya Muz, lelaki dengan satu anak dan istri. Sewaktu muda, telah terbiasa hidup mandiri, mulai suka bekerja sambilan semenjak SMP. Hanya saja, mengaku kurang mendapat perhatian orang tua. Hidupnya tanpa kontrol orang tua. Bebas melakukan pergaulan dengan teman-temannya. Begitulah, hari-harinya terlalui. Tak banyak pengaruh dan didikan berarti dari orang tuanya. Justru, teman-teman sepermainan dan lingkunganlah yang banyak mempengaruhi sikap dan pemikirannya. Ia, nyaris mencari identitas sendiri, mencari eksistensi sendiri.
Waktu berjalan begitu cepat.
Kalau sewaktu SMP baru kenal rokok, di SMK Ia mulai kenal minuman keras. Sudah bisa kita bayangkan bagaimana orang yang telah akrab dengan minuman keras. Hidup semakin tak karuan, bahkan untuk mengontrol diri sendiri saja tak bisa. Begitulah, Ia mulai bercerita kepada saya, kadang dengan terbata-bata, kadang tertawa sendiri ketika ingat hal-hal konyol pernah dilakukannya dulu. Pernah Ia mengamuk di sekolah karena tak diperbolehkan mengikuti ujian. Maklum, uang yang semestinya disetor ke sekolah tak dibayarkannya. Atas kejadian itu, Ia pergi begitu saja dari sekolah. Tak mau ikut ujian. Akhirnya, gagal lulus SMK.
Orang tuanya marah, itu jelas.
Dibujuknya untuk kembali ke sekolah, tapi tetap saja tak mau. Malah, Ia mendaftarkan ke sekolah yang baru. Diterima, tapi harus mengulang dari kelas satu lagi. Ia mulai berpikir. Sayang juga kalau harus mengulang dari kelas satu, bisa tua di sekolah. Kali ini, pikiran dan pilihannya tepat. Ia menuruti nasehat oang tuanya. Ia mau kembali ke sekolah yang dulu. Jelas, butuh waktu setahun lagi agar bisa lulus. Saat mengulang di kelas tiga, tetap saja sering bolos, walau akhirnya bisa lulus juga.
Setelah lulus SMK, Ia hidup dijalanan.
Jarang pulang kerumah…
Untuk bisa mempertahankan hidup, bekerja apa saja, mulai dari tukang tambal ban, tukang menagih hutang, jadi sales sampai bekerja di sebuah rental komputer. Soal mabuk-mabukan tetap jalan yang membuatnya sering menghajar orang tanpa sebab. Dan tentu saja, membuatnya sering juga dihajar orang. Hingga suatu ketika jatuh cinta kepada seorang perempuan dan berniat untuk menikahinya. Datanglah Ia ke calon mertuanya. Disana impian untuk memperistri urung, justru digebukin sama calon mertuanya. Sakit hati, sudah tentu. Dan Ia mengaku kepada saya kalau sampai saat ini masih dendam kepada orang yang memukulinya itu. Dulu Ia diam saja dipukuli karena masih ada harap kalau-kalau orang itu kelak menjadi mertuanya.
Sehabis bercerita kepada saya, Ia berniat kelak tak akan membiarkan anaknya bergaul bebas. Bukan bermaksud mengekang, tapi sekedar mengarahkan anak-anaknya. Dan, Ia rupanya mulai menyadari kesalahan dimasa mudanya dan ingin berubah. Diam-diam saya treyuh juga mendengar kisahnya. Apalagi ketika tahu bahwa dulu Ia pernah juga beberapa tahun menjadi penjaga masjid. Dalam hati, pelan saya berbisik. Sebelum ajal tiba, masih ada sisa waktu untuk berubah. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan atas niatnya untuk menjadi seorang muslim yang baik.
2 Responses to "Masih Ada Sisa Waktu"
Karakter seseorang ketika dewasa ditentukan oleh lingkungan pergaulan dimana dia tumbuh. Dan akhirnya dia bisa merubah diri menjadi seseorang dengan kekuatan hati.
Semoga masa2 itu, masa2 yang sekali dialaminnya,.. dan tidak terulang lagi.
doa yang baik iko untuk orang itu. semoga kebaikanku dibalas oleh Allah SWT
Posting Komentar