Nurani Seorang Preman

Nurani Seorang Preman
Oleh
Yon’s Revolta

Hidup ini akan terasa penuh makna ketika kita bisa mengambil hikmah dari siapapun. Kita memang perlu bersikap demikian karena kita bukanlah sosok manusia terbaik di dunia ini. Kita, hanyalah makluk yang sebatas berusaha untuk menjadi manusia terbaik. Senantiasa berproses untuk menjadi manusia yang mempunyai kemanfaatan bagi orang lain. Setidaknya, inilah harapan kita, harapan luhur kita.

Kadang kala, kita memang terlalu sombong dan pongah, kita merasa paling benar. Padahal kenyataannya, apa yang kita miliki amatlah terbatas, baik ilmu, materi, atau pengalaman. Maka, tak pantas bagi kita untuk terlalu membanggakan diri kita. Sebagaimana gambaran dalam sajaknya Emha Ainun Najib bahwa kita sering takabur dengan apa yang kita miliki, merasa paling dan paling, padahal tidak demikian adanya. Kita digerogoti rayap-rayap yang pelan-pelan menghancurtkan kita, dan rayap-rayap itu tak lain adalah kita sendiri.

Nah, atas dasar itu kita belajar dari siapapun

Termasuk pada preman sekalipun…

Mengapa..? karena tak selamanya sang preman itu pembuat onar. Di kala nuraninya berbicara, kebaikan dan niat tulus disertai tindakan diperlihatkannya dengan spontanitas, tanpa sandiwara. Seperti yang terjadi pada saat ada razia pedagang kaki lima (PKL) oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Ada seorang ibu tua yang diseret oleh petugas satpol PP beserta barang dagangannya. Sang ibu itu didakwa melanggar lokasi jualan yang menyebabkan dirinya terkena razia petugas. Jeritan ibu tua itu tak membuat petugas mengurungkan niatnya, tetap saja mengangkut barang dagangannya.

Disaat genting seperti itu, seorang lelaki yang dikenal sebagai preman turun tangan dengan spontan.

“Pak, dia juga butuh makan”. Begitu katanya, lantas mengambil kembali barang dagangan dari mobil petugas dan diserahkan kembali kepada ibu tua tadi. Petugas satpop PP ketakutan. Sementara ibu tua tadi bisa bernafas lega. Barangkali, sang preman tadi dipandang oleh ibu tua itu sebagai sosok pahlawan yang telah membantunya dalam kesulitan. Begitulah pemandangan ketika nurani berbicara.

Dalam hal ini, saya tak akan membahas siapa yang benar dan siapa yang salah. Ketika ibu tadi berjualan di tempat yang dilarang, bisa jadi karena lokasi itu memang strategis atau tak ada tempat lagi dimana akan berjualan. Sementara, peraturan dibuat atas dasar misalnya keindahan kota yang menyingkirkan eksistensi orang-orang kecil. Kita semua tahu, kerap undang-undang atau peraturan hanya dibuat untuk melindungi orang-orang yang berduit. Pasar tradisional dihancurkan dengan bahasa renovasi lantas dibangun toko-toko dengan biaya tang terjangkau, atau dibuat mall-mall. Teramat susah memang untuk mencari keadilan di negeri ini

Entahlah, apa yang ada dibenak preman itu.

Satu hal yang pasti, ketika nurani berbicara kebaikan menyertainya. Ketika kita mau jujur terhadap apa kata hati nurani kita, pasti akan selalu berujung pada kebaikan dan kebijaksanaan perilaku kita. Sayangnya, kita memang kerap mengingkari diri untuk tidak mengikuti kata hati nurani kita. Kita mungkin terbuai oleh fantasi kesenangan sesaat yang menggiurkan, kesenangan atas duniawi.

Hari ini, kita belajar kepada sang preman tadi, bukan karena profesi premannya. Tapi pada saat hati nurainya berbicara untuk membantu sesama. Kita, yang barangkali dikaruniai kelebihan riski atau ilmu, sejauh mana kita telah berbagi. Mengapa menunggu hari esok untuk berbagi sementara hari ini kita mempunyai kesempatan untuk menabur kebaikan itu. Ah, semoga nurani kita yang akan berbicara.

Freelance_corp @yahoo.com

2 Responses to "Nurani Seorang Preman"

Anonim mengatakan...

Jangan melihat seseorang dari luarnya...

(mungkin) Kita melihat seorang preman itu keji, tapi saat kejadian itu, justru seorang premanlah yang menyelamatkan ibu itu...

Preman (juga) punya hati nurani, dan ternyata hatinya miris melihat perbuatan petugas PP itu :D

oktavianus mengatakan...

hello,lam kenal aja ya
aku kenal km dr majalah sabili.
goodluck ya