Negeri ini
Cukup untuk berjuta nyawa
Tapi tidak
sebab keserakahan itu menjelma
.....
Barangkali ada diantara kita yang menjadi seorang pedagang. Biasanya, rumus dagang yang kita gunakan adalah mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dari barang yang kita jual. Dengan begitu, arus keuangan yang bisa didapatkan akan besar. Dan, ketika hal itu bisa dilakukan, kemudian kita bangga karena kita telah sukses dalam berdagang.
Tapi, rumus itu tidak dipakai olah Bu Murah, seorang pedagang warung nasi.
Di rumahnya yang kecil, dia membangun sebuah warung makan untuk para mahasiswa. Menunya tak jauh berbeda dengan warung-warung lainnya. Nasi rames, minuman (teh, jeruk) dan berbagai gorengan (tahu, tempe). Tapi, ada yang beda dari warung itu, yaitu harganya. Makanan disana harganya cukup murah, maka dikenalah sang ibu penjual nasi rames itu dengan sebutan Bu Murah
Bandingkan saja. Di warung lainnya, untuk sebungkus nasi dan telur dihargai Rp 2.500 bahkan ada yang menjualnya dengan harga Rp.2.700. Sedangkan, di warung Bu Murah ini, untuk menu yang sama cukup mengeluarkan uang Rp.1.500 saja. Kadang saya berpikir, apa tidak rugi berdagang seperti itu. Tapi, kemudian saya tahu, cara berdagang Bu Murah menggunakan rumus untung secukupnya saja.
Dengan cara berdagang demikian, warung Bu murah tetap eksis sampai sekarang. Bahkan selalu rame dikunjungi pelanggannya. Warung Bu Murah menjadi alternatif mahasiswa dalam mencukupi kebutuhan perut sehari-hari. Sepanjang pengamatan saya, pelanggannya tak hanya mahasiswa di sekitar warungnya. Mereka yang jauhpun berdatangan kesitu.
Lantas, apa yang bisa kita petik dari sepenggal cara hidup Bu Murah ini.
Hidupnya sederhana, tidak serakah. Dia tidak terlalu berambisi untuk mendapatkan keuntungan yang terlalu besar. Baginya, sudah merasa senang bisa memberikan pelayanan kepada mahasiswa yang membeli makanannya dengan harga terjangkau. Dengan begitu, mahasiswa diuntungkan, sementara Bu murah juga tidak merasa dirugikan.
Begitulah cara Bu Murah memaknai hidupnya.
Ah...andai saja negeri ini dipenuhi dengan orang-orang yang mempunyai padangan seperti Bu Murah, tentu saja keserakahan di negeri ini bisa terkurangi. Lihat saja bagaimana kondisi sekarang. Banyak kita temukan lewat pemberitaan diberbagai media massa, koruptor meraja lela. Sebenarnya, hidup mereka sudah berkecukupan bahkan boleh dibilang mewah. Tapi, karena nafsu serakahlah yang membuatnya masih merasa kurang. Maka, korupsi, mengambil uang negara dilakukan untuk sebuah ambisi berlebihan.
Untuk itulah, hari ini kita belajar tentang kesederhanaan dalam hidup. Ketika hati kita dipenuhi oleh ambisi yang berlebihan, yang kadang menjadikan kita menghalalkan segala cara, ingatlah Bu Murah, hadirkan dia dalam kehidupan kita sehingga kita tidak terlalu berlebihan dalam hidup ini. Harta memang perlu, tapi toh dia tidak akan turut serta ketika ajal telah menjemput kita. Amal kebaikanlah yang nantinya menyertai kita.
Purwokerto, 13 April 2006
Pukul 05.30.
Tapi, rumus itu tidak dipakai olah Bu Murah, seorang pedagang warung nasi.
Di rumahnya yang kecil, dia membangun sebuah warung makan untuk para mahasiswa. Menunya tak jauh berbeda dengan warung-warung lainnya. Nasi rames, minuman (teh, jeruk) dan berbagai gorengan (tahu, tempe). Tapi, ada yang beda dari warung itu, yaitu harganya. Makanan disana harganya cukup murah, maka dikenalah sang ibu penjual nasi rames itu dengan sebutan Bu Murah
Bandingkan saja. Di warung lainnya, untuk sebungkus nasi dan telur dihargai Rp 2.500 bahkan ada yang menjualnya dengan harga Rp.2.700. Sedangkan, di warung Bu Murah ini, untuk menu yang sama cukup mengeluarkan uang Rp.1.500 saja. Kadang saya berpikir, apa tidak rugi berdagang seperti itu. Tapi, kemudian saya tahu, cara berdagang Bu Murah menggunakan rumus untung secukupnya saja.
Dengan cara berdagang demikian, warung Bu murah tetap eksis sampai sekarang. Bahkan selalu rame dikunjungi pelanggannya. Warung Bu Murah menjadi alternatif mahasiswa dalam mencukupi kebutuhan perut sehari-hari. Sepanjang pengamatan saya, pelanggannya tak hanya mahasiswa di sekitar warungnya. Mereka yang jauhpun berdatangan kesitu.
Lantas, apa yang bisa kita petik dari sepenggal cara hidup Bu Murah ini.
Hidupnya sederhana, tidak serakah. Dia tidak terlalu berambisi untuk mendapatkan keuntungan yang terlalu besar. Baginya, sudah merasa senang bisa memberikan pelayanan kepada mahasiswa yang membeli makanannya dengan harga terjangkau. Dengan begitu, mahasiswa diuntungkan, sementara Bu murah juga tidak merasa dirugikan.
Begitulah cara Bu Murah memaknai hidupnya.
Ah...andai saja negeri ini dipenuhi dengan orang-orang yang mempunyai padangan seperti Bu Murah, tentu saja keserakahan di negeri ini bisa terkurangi. Lihat saja bagaimana kondisi sekarang. Banyak kita temukan lewat pemberitaan diberbagai media massa, koruptor meraja lela. Sebenarnya, hidup mereka sudah berkecukupan bahkan boleh dibilang mewah. Tapi, karena nafsu serakahlah yang membuatnya masih merasa kurang. Maka, korupsi, mengambil uang negara dilakukan untuk sebuah ambisi berlebihan.
Untuk itulah, hari ini kita belajar tentang kesederhanaan dalam hidup. Ketika hati kita dipenuhi oleh ambisi yang berlebihan, yang kadang menjadikan kita menghalalkan segala cara, ingatlah Bu Murah, hadirkan dia dalam kehidupan kita sehingga kita tidak terlalu berlebihan dalam hidup ini. Harta memang perlu, tapi toh dia tidak akan turut serta ketika ajal telah menjemput kita. Amal kebaikanlah yang nantinya menyertai kita.
Purwokerto, 13 April 2006
Pukul 05.30.
1 Response to "Untung Secukupnya saja"
Bu Murah punya anak akhwat gak Punk?? sikat aja deh...khan nt bisa makan gratis ntar malah :P
Posting Komentar