Penulis itu Pejuang, Berkorbarlah !

Penulis itu Pejuang, Berkorbarlah !
:Yons Achmad*

Mungkin karena sudah habis kesabarannya, Korrie Layun Rampan pun menulis di Kompas (11/11/2015). Judul artikelnya “Pengarang dan Honorarium”.  Sebagai pengarang sekaligus sastrawan, dia bercerita tentang nasib penulis di masa Orde Baru yang cukup baik.  Dulu penulis dibebaskan untuk mengarang buku dan dibeli pemerintah. Hasilnya, penulis bisa membeli mobil bahkan rumah dan hidup layak dengan keluarganya. Kini, tidak ada lagi.

Penulis kemudian memasuki masa sukar. Dia masih bercerita, hanya mendapat uang satu juta dalam dua tahun dari buku yang ditulisnya untuk penerbit Jogjakarta, sementara selama dua tahun empat bukunya belum mendapar honor sepeserpun dari penerbit di Jawa Barat. Lebih parah lagi,  penerbit Balai Pustaka sejak tahun 2011 sampai 2015 tidak membayar royalti untuk ke-13 bukunya. Dia protes,  seharusnya bisa hidup mewah karena sudah menulis 357 buku. Tapi tak terjadi.  Itu sebabnya dia kemudian terpaksa memilih hidup secara sederhana.

Dengan nada kesal, di akhir artikel dia menulis: Bagaimana bisa membangun bangsa kalau pembayaran royalti saja diulur bertahun-tahun. Darimana pengarang membeli buku-buku referensi kalau pengarang diperbodoh atas hasil karyanya? Bukankah perbuatan semacam itu dosa dalam demokrasi Pancasila?

Setelah dia menulis demikian, di Koran Kompas, sebuah media yang paling banyak pembacanya, entah apa respon penerbit atau pemerintah.  Yang pasti, setelah membaca artikelnya, sebagai penulis, begitu juga barangkali penulis lainnya yang tersebar di seantero negeri ini, juga merasakan hal yang sama. Sebagai sastrawan atau pengarang produktif saja masih berkutat pada persoalan finansial, bagaimana bagi penulis yang biasa-biasa saja. Tentu nasibnya lebih pedih lagi.

Tapi kemudian saya ingat saran seorang penulis luar, namanya Gregory Poirier, dia menulis, Jika ada hal lain yang bisa kalian lakukan dalam hidup kalian, maka silakan, pergi dan lakukan saja hal itu. Jalan ini tidak cocok untuk kalian jika kalian ragu-ragu. Tapi jika inilah satu-satunya pekerjaan yang cocok untuk kalian, jika inilah pekerjaan yang menghidupkan jiwa kalian, maka terjun dan bekerja keraslah. Berjuang, menangis dan gigihlah menulis. Dan jangan lupa untuk mencintainya, bahkan ketika tulisan kalian mulai menghasilkan”.

Betul juga. Semua memang pilihan. Tapi kalau memang  menulis adalah satu-satunya keterampilan yang kita punya maka jalani saja terus dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa, sepenuh cinta.  Seperti kata penulis Seno Gumira Ajidarma “Menulislah Terus Kalau Perlu Sampai Mampus”

Begitulah kawan. Selamat berjuang...

*Penulis. Twitter @senjakarta.

0 Response to "Penulis itu Pejuang, Berkorbarlah !"