Melacak Komunitas Muslim di Bedugul Bali


Pagi-pagi benar saya meluncur naik motor dari Pantai Kuta menuju Tanah Lot dan lanjut ke Bedugul. Sebuah tempat wisata pegunungan yang dingin dan aduhai. Aroma kabut dan rasa dingin sudah mulai menusuk badan sekira 500 meter menjelang titik pusat wisata itu. Rintik hujan menyambut. Motor saya parkir dan langsung masuk ke lokawisata. Untuk bisa mencicipi indahnya Bedugul tiket masuk Rp 10.000/orang mesti dibeli.

Subhanallah. Sebuah danau cantik membentang luas. Danau Beratan namanya. Dengan air tawarnya yang segar. Sebuah Gunung menjadi latar pemandangan dan Pura-Pura Hindu nampak gagah yang hanya lamat-lamat saja di pandangan mata. Pura Ulun Danu namanya. Untuk sampai ke pura ujung danau mesti menyewa sebuah perahu dayung dengan seorang pemandu.

Untuk sampai ke pura cantiknya perlu merogoh kocek Rp 150 ribu serta uang tiket Rp 35.000. Dengan uang sebesar itu bisa puas berkeliling danau sampai menikmati pura selama 1,5 jam lamanya. Kalau ingin cepat bisa naik boat, tapi saya kira kurang asyik karena hanya keliling sebentar saja. Saat saya dan teman naik perahu dayung itu suasana agak menegangkan, saat kami di tengah danau, kabut tiba-tiba turun dan pandangan mata benar-benar hanya nampak satu meter saja. Kami tidak tahu arah. Untung pemandu menenangkan. Kabut hanya beberapa menit saja turun, pelan-pelan hilang tersapu angin. Saat di tengah danau itulah saya berbincang dengan pemandu melacak jejak komunitas muslim di Bedugul Bali.

Pak Herman namanya. Ia seorang pekerja dayung, seorang muslim. Diceritakan bahwa para pekerja di obyek wisata itu kebanyakan juga seorang muslim. Di lokawisata ini, sekira 300 meter dari Pura tepi danau juga ada warung-warung bakso muslim yang halal, tentu bukan warung bakso babi yang kebanyakan ada di Bali.

Di atas bukit danau itu juga bertengger gagah sebuah masjid, yang saat kami asyik menikmati danau, suara azan ashar berkumandang dengan lantang. Pak Herman juga bercerita bahwa disekitar perbukitan itu juga ada makam wali Allah yang disemayamkan. Orang-orang sering datang untuk berdoa dan mendoakan, berziarah kubur. Di sekitar Bedugul ini juga ada komunitas muslim yang cukup lumayan penduduknya. Mereka membaur bersama masyarakat yang kebanyakan tentu orang Hindu. Ada kerjasama, saling tolong menolong, saling membantu. Jarang ada cek cok dan konflik besar yang muncul. Sejauh ini menurut cerita Pak Herman, suasana kemasyarakatan harmonis dan baik-baik saja. Itulah sekelumit jejak komunitas muslim di Bedugul, sebuah tempat menyejukkan di daerah Tabanan Bali. (Yons Achmad/Wasathon.com)

0 Response to "Melacak Komunitas Muslim di Bedugul Bali"