Perempuan adalah Puisi

Perempuan adalah Puisi
Oleh
Yons Achmad*

Di kala berpisah janganlah berduka cita; Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran

(Kahlil Gibran)


Jika ada yang bilang perempuan adalah puisi, saya setuju betul.

Ia. Sosok perempuan, memang begitu. Susah ditebak. Menyimpan misteri. Kadang absurd: menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang susah terjawab. Kompleks dan rumit. Membutuhkan macam-macam tafsir untuk menemukan setiap jawaban-jawaban yang tersembunyi. Dan, laki-laki, masih saja tidak benar-benar mengerti.

Maka, cara paling mudah dalam berhubungan dengan seorang perempuan adalah jangan terlalu banyak memikirkannya. Bikin pusing kepala saja. Lebih baik membiarkannya, memahami maunya yang kadang kalau dipikir-pikir diluar jangkauan. Itu cara sehat bagi seorang lelaki menjaga kewarasan.

Adalah Rabiah Al Adawiyah

Ia perempuan yang dikenal sebagai tokoh Sufi. Ia menolak menikah dengan alasan:

“Pernikahan itu memang perlu bagi siapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.”

Dan selama 30 tahun Ia selalu mengulang-ulang syair sekaligus doa dalam sembayangnya:

“Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.”

Ketika ada laki-laki yang melamarnya Ia berkata “Apakah kau bisa menjamin aku masuk surga?” Lelaki manapun tak akan pernah bisa menjawabnya. Itulah satu sisi perempuan.

Sementara, disi lain ada lagi.

Adalah Ayu Utami

Ia, perempuan yang memilih untuk tidak menikah. Namun, Ia lebih memilih untuk kumpul kebo. Alasan tak mau menikah bisa dibaca dalam buku “Si Parasit Lajang: Seks, Sketsa dan Cerita” Diantaranya: Katanya:

1. Tidak berbakat. Rasanya, saya tidak berbakat untuk segala yang formal dan institusional.
2. Kepadatan penduduk. Saya tidak ingin menambah pertumbuhan penduduk dengan membelah diri.
3. Seks tidak identik dengan perkawinan. Siapa bilang orang menikah tidak berhubungan seks dengan bukan pasangannya?
4. Sudah terlanjur asik melajang.
5. Tidak mudah percaya. Ibu saya selalu mengatakan bahwa menikah membuat kita tidak kesepian di hari tua. Tapi, siapa yang bisa menjamin bahwa pasangan tak akan bosan dan anak tidak pergi? Tak ada yang abadi di dunia ini, jadi sama saja.

Mendengar dan membaca pandangan perempuan-perempuan itu mungkin lelaki akan bingung apa maunya. Bisa jadi itu sisi ekstrem kaum perempuan, masih banyak perempuan yang “biasa” dan “wajar”

Tapi bukankah lelaki kadang justru tertarik pada perempuan yang “tidak biasa” dan “tidak wajar”. Punya pandangan unik, sikap menarik. Macam Rabiah dan Ayu Utami itu. Sangat menantang nyali.

Perempuan memang puisi. Ia ada kadang memang bukan untuk dimengerti. Tapi untuk dicintai. []


*Penulislepas, tinggal di Jakarta

3 Responses to "Perempuan adalah Puisi"

Hilmy Nugraha mengatakan...

bahkan, kadang perempuan sendiri tak mengerti apa yang diinginkan...

Trisno Suhito mengatakan...

Bagi yang masih bujangan perempuan memang kompleks dan rumit..

Anonim mengatakan...

Aku selalu menyukai kata-katamu. mungkin mengaguminya... setiap buka dan baca tulisanmu...