Berbeda Tapi Mesra
:yons achmad*
"Jangan melihat ke luar.
Lihatlah ke dalam diri sendiri dan carilah itu."
Jalaluddin Rumi (1207–1273)
Penyair Sufi dari Persia"
:yons achmad*
"Jangan melihat ke luar.
Lihatlah ke dalam diri sendiri dan carilah itu."
Jalaluddin Rumi (1207–1273)
Penyair Sufi dari Persia"
Perbedaan adalah bagian dari kehidupan.
Kita, tentu perlu mengakrapinya. Apalagi kita hidup di negeri bernama Indonesia. Beragam suku, agama, warna kulit, budaya, ras, keyakinan.
Melihat orang berbeda keyakinan terbunuh. Dalam kondisi dan suasana damai, tentu membuat kita sedih dan miris. Semua orang yang hatinya masih ada rasa kemanusiaan, tentu akan merasa demikian. Kenapa hal ini bisa terjadi? Seperti pada kasus penganut Ahmadiyah beberapa waktu lalu.
Jawabnya memang tak semudah membalikkan tangan. Sebab, peristiwa itu begitu kental dengan muatan politik. Bukan sekedar hubungan antar warga saja. Tapi sudah melibatkan aktor-aktor intelektual yang bermain. Dugaan saya begitu. Namun sayangnya, saya dan bisa jadi sebagian orang tak mengerti siapa yang bermain itu. Kita hanya bisa meraba-raba saja. Apalagi, konon itu melibatkan dunia intelijen. Rumit.
Hanya saja. Kalau boleh mengeluarkan suara, saya punya pandangan begini.
Bagi saya, soal akidah tak boleh ditawar-tawar lagi.
Saya barangkali memang orang Islam awam, miskin pengetahuan. Hanya, sependek pengetahuan saya, mereka yang menganggap dan meyakini bahwa ada nabi setelah Muhammad, mereka keliru dan telah keluar dari Islam. Titik. Itu keyakinan saya.
Atau keterangan yang menyebutkan penyimpangan Ahmadiyah seperti:
1. Pendirinya mengaku sebagai nabi
2. Sengaja menyimpangkan pengertian ayat-ayat Al-Quran
3. Menghapuskan jihad
Bagi saya, cukup. Saya meyakini bahwa kelompok itu memang keliru.
Lantas, apakah mereka harus dibunuh? Oh tidak tidak. Kasus terbunuhnya anggota Ahmadiyah kemarin, sejatinya hanya merugikan umat Islam sendiri secara umum. Mencoreng citra umat Islam. Memang, ada fakta yang menyebut bahwa mereka memprovokasi lebih dulu. Ada beberapa orang yang mengajak dialog, eh malah diclurit lengannya. Maka, bentrokpun terjadi. Begitulah. Tapi, lagi-lagi kita tak pernah benar-benar mengerti kasus ini.
Bagi saya. Jika ada penganuh Ahmadiyah di lingkungan sekitar kita, berdialoglah dengan mereka, siapa tahu kelak mereka akan tercerahkan. Jangan dengarkan provokasi orang-orang liberal yang malah sering memperkeruh keadaan. Saya kira, pendapat dan pandangan-pandangan mereka kadang diluar akal sehat, ingin memang sendiri, singkatnya tak layak diikuti.
Sebagai orang awam, saya menyerahkan kasus Ahmadiyah kepada ulama-ulama yang mengerti agama. Dalam hal ini, saya masih mempercayai MUI yang berasal dari ulama-ulama Muhamadiyah, NU dll. Bukan pada orang-orang liberal itu.
Dalam kasus Ahmadiyah saya menganut filosofi berbeda tapi mesra. Saya meyakini mereka keliru, tapi jika ada orang Ahmadiyah, langkah terbaik adalah dialog terus menerus. Berbeda keyakinan tapi tetap hidup berdampingan. Kecuali kalau mereka dengan sengaja membuat onar, kita perlu mengambil sikap. Namun bukan lewat kekerasan fisik. Itu kata kuncinya.
Berbeda tapi mesra. Nampak sederhana, tapi susah mempraktekkanya. Tapi kalau kita mau, kita pasti bisa.
*Penulis buku “Making U Heart Like an Angel”
3 Responses to "Berbeda Tapi Mesra"
saya suka dengan spirit yang tercermin dalam tulisan ini. dan kesimpulannya yang sederhana: berbeda tetapi mesra :D
Berbeda tapi mesra. Nampak sederhana, tapi susah mempraktekkanya. Tapi kalau kita mau, kita pasti bisa.
dalem banget nih pak kata2nya ;)
pecinta Jalaludin Rumi jg? sepakat, bagiku pun keyakinan yang kami anut adl tidak ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad, diluar itu semua mereka adl keliru
salam
Posting Komentar