(Resensi) Nagara Krtagama


Catatan Harian Mpu Prapanca
:yons achmad”

Judul Buku : Nagara Krtagama : Masa Keemasan Majapahit
Penyusun : I Ketut Riana
Penerbit : Kompas, Jakarta
Cetakan : 1, 2009
Tebal : 483 halaman
Harga : Rp 89.000

Sebuah catatan harian yang dasyat. Membaca karya Mpu Prapanca ini, membawa saya terbang ke duna masa lalu, masa kejayaan Majapahit waktu itu. Era abad ke-14, pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Sosok yang dianggap sebagai titisan Bhatara Hyang Giri Natha (Bhatara Siwa) di mana bertugas menenteramkan dan menyejahterakan rakyat Nusantara. Jujur, selama ini, saya memang mendapatkan informasi tentang kerajaan Majapahit tapi tidak mendapatkan detail ceritanya. Lewat buku ini, saya memperolehnya. Lagi-lagi saya terkesima bagaimana catatan harian menjadi fenomenal, bisa menjadi sejarah tersendiri seperti buku ini. Warisan leluhur yang kelak bisa menjadi pembelajaran masyarakat setelahnya.

Catatan yang dibuat Mpu Prapanca memang tak sekedar catatan harian biasa. Catatan ini dikemas dalam sebuah karya sastra berbentuk Kakawin. Kata kakawin sendiri diartikan sebagai “Nyanyian”, bentuk dasarnya adalah kawi “penyair, pengarang”, mendapat pengulangan suku pertama /ka-/ yang dalam istilah afiksasi bahasa Bali disebut dwipurwa “pengulangan suku pertama”, serta mendapat sufiks {-n/-n} menjadi kakawin “nyanyian”. Kata kawi berarti : “pujangga, penyair ; mahir dalam menggubah puisi, dan kata kakawin bermakna syair ; karya puisi dalam metrum India. Begitu kata pembukaan dalam buku ini.

Sebenarnya, judul asli catatan ini bukan Nagara Krtagama, tapi Desa Warnnana (gambaran mengenai desa-desa). Namun entah mengapa, sampai saat ini kita lebih akrab dengan sebutan Nagara Krtagama. Mungkin perlu diadakan penelitian yang lebih seksama agar diketahui secara terang benderang alasannya sampai dikenal dengan nama Nagara Krtagama.

Catatan ini sendiri menggambarkan kemegahan dan keagungan kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan Nusantara terbesar yang sejak 700 tahun silam. Dimana kerajaan ini sudah dikenal hingga ke Pulau Madagaskar di Samudera Hindia, di lepas pantai timur Afrika.

Ingin tahu bagaimana gambaran kejayaan itu? Bayangkan saja gambaran Mpu Prapanca berikut: Dikisahkan istana sangat mengagumkan bertembok batu bata merah kukuh dan tinggi, di sana tempat para petugas terus menerus berganti-ganti menjaga keamanan balairung istana. Disebelah utara gapura cemerlang menakjubkan dengan pintu besi berukir indah. Balai Agung Manguntur dan Balai Witana di tengah, di depan istana berbetuk segi empat amat luas dengan bangunan ruang terbuka di tengah-tengah. Banyak perumahan-Wisma Para Menteri, para pejabat negeri sebagai tempat Para Patih, Demung, ketika berkumpul untuk bermusyawarah.

Di timur laut wisma Gajah Mada Sang Patih Majapahit, menteri pemberani, bijaksana, lihai serta bakti pada raja dan negara. Fasih dan ahli berbicara, tutur katanya manis, tenang dan usahanya tak pernah menyimpang. Ibarat bulan matahari istana Majapahit indah tiada taranya, perumahan-perumahan bersinar indah tertata mengelompok amat rapi, bagai cahanya bintang kerajaan bagi yang lain terutama Daha, negeri-negeri di Nusantara semua tunduk dan berlindung pada Majapahit.


Alamaaak. Saya terhanyut dengan gambaran Mpu Prapanca yang detail ini. Kutipan diatas sebenarnya hanya nukilan yang saya comot acak sebagai contoh saja. Gambaran tersebut yang pada akhirnya dijadikan pedoman untuk menyusun denah Istana Majapahit. Tapi, yang menarik perhatian adalah mengenai rumah Patih Gajah Mada. Meski kebesaran Gajah Mada sedemikian rupa, ternyata rumahnya berada di luar komplek istana. Nah, saya kira fakta ini perlu dijadikan penelitian tersendiri, kenapa bisa demikian?

Mengenai Mpu Prapanca sendiri, sebenarnya Ia bukan nama sebenarnya, ia adalah nama pena. Seperti dalam catatannya; Demikian pula yang bergelar Prapanca, ikut pesiar mengiringi Baginda Raja, tak lain Sang Kawi putra Sang Pujangga gembira dibarengi ketika mengarang keindahan (hal 119). Mpu Prapanca sendiri kalau membaca kitab ini, dia tak selalu nyaman mengikuti Baginda Raja. Dalam kisahnya : Maka tiba di Pancuran Mungkur hari masih pagi karena cepat jalannya kereta seraya beristirahat, perjalanan Sang Pujangga-Prapanca menyimpang serta mampir di Sawungan mengunjungi keluarga akrab, ketika matahari telah tinggi berangkat pula mengikuti jejak perjalanan Baginda Raja (hal 129). Entahlah, apa yang sebenarnya ingin dikatakannya. Mungkin dia hanya ingin mencari suasana lain.

Kitab ini sebenarnya bukan kitab puji-pujian semata yang selalu dibuat oleh kalangan pujangga istana. Kitab ini konon memang tidak populer pada zamannya. Menurut pengakuan Mpu Prapanca, kitab ini dibuat dengan ketulusan, bukan paksaan Baginda Raja. Pembuatannyapun tidak dilingkungan istana, tapi di sebuah dusun. Perasaan bernama Prapanca sangat tertarik melihat para pujangga besar di istana, maka beliau ikut menggubah pujian untuk Baginda Raja tetapi jauh kemungkinan karangan itu tersebar di lingkungan istana (negeri). Begitu pengakuan Prapanca.

Tapi, satu hal yang membuat saya terkesan dan tersentuh. Ya, pada sebuah kisah di mana semua orang senang tapi Mpu Prapanca begitu sedih. Kisahnya : Tersebutlah Baginda Raja memberikan hadiah pada masyarakat umum, semua para kawi/pujangga ikut pula diberikan hadiah, semua rakyat bergembira serta memuji-muji. Adapapun pujangga dengan julukan Prapanca saja yang berduka dan sedih tiada henti karena Sang Pujangga Upapati Budha Marpanji Kertayasa meninggal dunia. Niatku datang bertemu Dia dalam keadaan sehat....beliau meninggal ketika aku datang, maka sangat menyedihkan serta kecewa.

Saya kira inilah sisi kemanusiaan Mpu Prapanca sebagai pengarang yang cukup menyentuh perasaan. Membuat saya ingin lebih mengenalnya setelah membaca buku ini. Kesan saya begitu. Nah, bagi siapapun (Sejarawan, Dosen, mahasiswa, masyarakat umum), buku ini bisa dijadikan semacam pengantar untuk mengetahui sejarah kejayaan Majapahit dan mengenal sosok Mpu Prapanca lebih dekat. Saya sendiri cukup terkesima dengan buku ini dan tiba-tiba jadi tertarik untuk membaca buku-buku sejarah yang lain. []

*Penikmat Buku

1 Response to "(Resensi) Nagara Krtagama"

hmcahyo mengatakan...

Nice post,,,

cuman saran mbok ya postingannya di model read more (diputus)biar gak capek liatnya :)