Oleh
Yon’s Revolta
Hidup memang untuk berubah…
Beruntung mereka yang menemukan jalan ketenangan dalam hidupnya. Merugi, mereka yang hidup dalam kegersangan, kegelisahan, walau punya popularitas dan harta yang melimpah. Dengan harta dan popularitas, kita mungkin membayangkan dunia yang indah, enak, menyenangkan. Tapi, ternyata dengannya, bukan merupakan jaminan mencapai apa yang dibayangkan itu.
Setidaknya, gambaran yang demikian terjadi pada Sakti Ari Seno, mantan gitaris “Sheila on 7”. Sakti, memilih hengkang dari dunia harta dan popularitas itu. Rela meninggalkan dunia musik. Dia memilih jalan sunyi. Dia memilih, untuk sementara absen di dunia musik. Aktivitas kesehariannya, kini digunakan untuk memperdalam agama. Awalnya demi ketenangan jiwa, setelahnya, dia ikut juga menyebarkan nilai-nilai moral dan kemanusiaaan dalam agama itu.
Ya, saya tahu itu setelah Sakti mengisi acara tabligh akbar menyambut ramadhan yang diadakan anak-anak rohis pada kampus FISIP Unsoed Purwokerto. Kedatangannya, tentu menarik perhatian anak-anak muda. Bagaimana tidak, rasa-rasanya, banyak orang yang ingin mengetahui kisah hidupnya mengapa dia memilih jalan sunyi itu. Jalan tak biasa. Ditambah, publikasi yang disebar panitia, dengan poster full colour, menampilkan senyum diwajahnya, membuat orang semakin penasaran saja.
Awal perubahan hidupnya begini…
Kisah ini saya dapatkan dari teman yang ngobrol menemaninya sewaktu tabligh akbar kemarin (untuk Sakti mohon dikoreksi kalau ada yang salah). Maklum, saya hanya sempat menengok sebentar saja. Dulu, setelah konser dari
Sesampainya di Indonesia, gelisahnya menjadi. Ditengah kegelisahannya itu, ada teman yang mengobati gelisah jiwanya. Teman itupun mengajaknya untuk belajar agama. Benar, singkat kisah, diapun berangkat ke
Yang saya tahu, salah satunya sebagai pemandu umroh. Dan, tentu saja menyebarkan nilai agama, seperti bersedia menjadi pembicara dalam tabligh akbar itu.
Begitulah sekelumit kisah Sakti, mantan personil “Sheila on 7” itu. Apa maknanya?. Kita belajar untuk tak terlalu memburu popularitas. Ingin dikenal luas dimata publik. Karena, bukan saja memburunya tak terlalu punya manfaat, juga bukan jaminan hidup kita enak dan nyaman. Makanya, bagi siapapun yang kini mati-matian mengejar popularitas, kadang menempuh berbagai cara sampai hilang akal sehatnya, sungguh ini bukan jalan yang indah. Bisa jadi justru akan merepotkan dan tak menyenangkan. Berpikir ulanglah kalau punya niatan itu. Dari Sakti, kita juga bisa belajar, apapun aktivitas kita, selalu ingat Yang Diatas itu utama, bukan saja karena kita hamba, juga demi ketenangan dan ketentraman jiwa kita sebagai manusia.
2 Responses to "Jalan Sunyi Sakti"
hemmm..jadi inget, pas kemarin miftah (istrinya sakti skrng) salah satu adek kesayangannku di UGM curhat and minta restu dariku utk nikah ma sakti, salah satu hal yg akhirnya membuatku ikhlas "merestui" karena aku yakin sakti luarbiasa komitmen kesilamannya...
hehe, mas sakti sering maen ke kos temenku.hehe. sering ketemu juga di sana. sering ngajakin ke masjid bareng. hehe.
Posting Komentar