yang kuterima siang tadi …
'Sayapku' dah patah, kalo bisa, aku ingin waktu diputar semula, aku ingin menciumnya memeluknya dengan erat, aku rindu pada kata nasehatnya Yon's, aku kangen sekali sama bundaku, perginya tanpa pamit meski aku disisinya, tapi dia tetap juga pergi tanpa pamit waktu aku bangun sekitar jam 5.30 pagi, bundaku dah pergi, masih banyak janjiku padanya yang belum lunas.
Saya sempat terdiam beberapa saat membaca pesan itu. Ya, ibu seorang sahabat saya telah meninggal dunia, pergi kesisiNya. Teman saya itu tinggal di
Bagi yang pernah merasa kehilangan seorang ibu, tentu bisa lebih merasakan lagi betapa kehilangannya. Dan kita ikut merasakan beban yang masih dia rasakan. Ya, karena kehadiran sosok ibu memang begitu luar biasa dalam kehidupan seorang anak. Dia merupakan fiqur yang membuat sang anak berkesan atas segala nasehat, tulusnya kecintaan dan keikhlasan dalam mendidik anak. Hingga, rasa terimakasih saja terlalu remeh untuk kita hadiahkan kepada sosok ibu kita.
Memang, pernah juga kita mendapati ibu yang tak seperti itu. Mereka “kejam” terhadap anaknya, bahkan menjerumuskan sang anak kedalam luapan lumpur kenistaan. Seperti yang pernah saya baca disebuah
Tapi, secara umum, sosok sang ibu memang istimewa bagi seorang anak. Saya kadang tersenyum sendiri kalau mengingat percakapan-percakapan personal dengan ibu saya.
“Dek, kamu sudah punya pacar belum”
“hah, pacaran” diiringi senyum saya dalam hati.
“
Ternyata, selidik punya selidik, pertanyaan itu muncul karena ibu saya dibisiki oleh tetangga yang mencurigai saya kok jarang pulang kerumah. Katanya, saya jarang pulang ke rumah, dan kalau pulang kok hanya sebentar saja. Nah, jangan-jangan saya sudah punya pacar disini, pikir mereka. Hem, ada-ada saja ibu saya. Belum tahu beliau prinsipku, pacaran No, nikah Yes !.
Dilain kesempatan, ibu saya pernah berkata;
“Dek, besok kalau sudah kerja, dan ibu butuh uang dan nggak dikasih, tak ambil saja di dompetmu”. Begitu katanya, tentunya dengan nada bercanda.
Saya bisa memahami mengapa ibu sampai berkata begitu, karena beliau tak menginginkan saya kelak ada jarak setelah bekerja dan menikah. Ibu sedikit takut itu, karena sampai saat ini, saya dan ibu saya memang akrab sekali. Beliau menginginkan keakraban itu senantiasa ada walau saya sudah kerja dan menikah.
Ah, masih, ada lagi cerita misalnya, ketika saya tidur, sering beliau membereskan selimut saya. Ini sering saya pergoki karena sering terbangun ketika ibu membereskan selimut saya. Begitulah cerita-cerita kecil tentang interaksi saya dan ibu. Sederhana tapi berkesan.
Tentunya, kita sebagai anak punya cerita beragam tentang sosok ibu yang membuat kita terkenang dan terkesan, hingga tak ada kata lain untuk berbuat yang terbaik untuknya saat ini. Ya, bukan besok atau lusa. Tapi, detik ini agar kita tak menyesal di kemudian hari setelah beliau pergi meninggalkan kita seperti cerita teman saya tadi. Ah, jadi ingin pulang. (yon's revolta)
~Snow Man Alone~
Purwokerto, 3 Desember 2006. / 17.30
Buat “MA” di Malaysia
Bangkit, dan bersemangatlah lagi ya !
7 Responses to "Yang Terbaik Untuk Ibu"
terkadang makna kehadiran itu akan terasa begitu dalam manakala kita telah kehilangannya ....
i luv u mydearmom
terkadang makna kehadiran itu akan terasa begitu dalam manakala kita telah kehilangannya ....
i luv u mydearmom
iya, tapi aku masih penasaran, siapakah sebenarnya dirimu :-)
Kasih Ibu sepanjang masa,... tp kasih anak sepanjang galah.
Yaa mudah2an,.... kasih kita kepada Bunda tidak hanya sebatas sepanjang galah,...
:-)
buat putri yuriko, amien amien-amien
buat yunoknik, penasaran siapa dirimu..?
Posting Komentar