Kisah Kampung Dayak


Akhirnya sampai juga di kampung dayak. “ Mas, anak-anak sudah berangkat, baru saja”, “o ya ya, makasih bu, kalau begitu saya menyusul sekarang, mari bu”. duh, saya terlambat, anak-anak sudah berangkat dengan bus menuju ke lokawisata Baturraden, wisata alam yang mempesona di kotaku, kota tempat saya menempuh studi saat ini.

Karena tak mau ketinggalan, motor terpacu dan mengejar anak-anak yang sudah berangkat duluan. Saya tak mau melewatkan momentum ini. Momentum berbagi kebahagiaan dengan anak-anak jalanan di Kampung Dayak, sebuah kampung kecil dan kumuh dibelakang terminal. Ya, inilah momentum bagi anak-anak jalanan di kampung itu untuk bisa berlibur sejenak, melupakan pekerjaannya sebagai pengamen di terminal.

Saya bukan relawan disana. Tapi hanya sekedar membantu menjadi tukang potret untuk mengabadikan kegiatan itu. Sebuah kegiatan rihlah (rekreasi) yang diadakan olah para relawan dari sebuah gerakan mahasiswa muslim berbasis masjid kampus. Kegiatan itu dimotori oleh bidang Sosial Kemasyarakatan (sosmas) yang telah sekian lama mendampingi anak-anak jalanan di Kampung Dayak. Mengajari membaca, menulis dan kajian-kajian keislaman.

Sosok relawan yang memotori acara itu bernama Khoirul Khotim, mahasiswa Fakultas Peternakan asal Klaten, Jawa Tengah. Saya salut atas apa yang telah dilakukannya selama ini, mendampingi dan mengajar anak-anak jalanan seminggu dua kali di sela-sela kesibukan kuliah, tanpa ada bayaran sepeserpun.

Yang lebih membuat saya kagum, dia tidak bisa bicara dengan lancar, bicaranya cadel sehingga sulit bagi orang untuk bisa memahami apa yang dikatakannya. Tapi ternyata, dengan keterbatasan itu, dia tetap bisa akrab dan bersahabat dengan anak-anak jalanan itu yang jumlahnya tak kurang dari 40-an anak.

Jujur, saya iri dengan keberhasilannya berperan dalam mendampingi anak jalanan dengan keterbatasan yang dia miliki.

Kadang, saya malu juga kepada Allah. Alhamdulillah, Allah tidak memberikan “cacat” apapun dalam diri saya, tapi ternyata belum banyak yang bisa saya kerjakan demi kebaikan orang lain. Harusnya, saya bisa berbuat lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang mempunyai keterbatasan fisik. Tapi, ah…semoga saja saya bisa berbuat lebih baik setelah ini.

Saya banyak belajar dari Koko, begitu nama panggilannya, dia adalah satu diantara orang dengan keterbatasan yang dimilikinya, tetapi mampu memberikan sumbangan pikiran dan tenaganya untuk kemanfaatan orang lain. Barangkali inilah rahasia orang-orang dengan keterbatasan fisik tapi sukses menjalani hidup, meraih prestasi-prestasi yang besar. Kuncinya adalah bukan kita bisa atau tidak bisa berbuat sesuatu, tapi kita mau atau tidak mau.

Atas keterlibatannya menjadi relawan di Kampung Dayak, kini, saya bisa menyaksikan anak-anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen itu bergembira. Mereka bermain, menikmati indahnya alam wisata bukit hijau Baturraden yang sejuk. Semua itu tidak terlepas dari perjuangan Koko dan beberapa relawan lainnya yang telah sekian lama mendampingi mereka “Ko, semoga Allah memberikan timbangan amal yang berat atas apa yang kamu lakukan selama ini, terus berjuanglah”.
***

Tapi, ada sedikit pikiran kebimbangan yang masih tersisa dalam relung hati ini. Terminal Purwokerto kini telah berpindah ke lokasi yang baru. Artinya, anak-anak jalanan di Kampung Dayak akan kesulitan mencari sesuap nasi dengan mengamen karena lokasi terminal yang baru agak jauh tempatnya. Semoga, dengan bekal ilmu agama yang telah diajarkan Koko bersama relawan lainnya, bisa membentengi diri anak-anak jalanan itu untuk tetap bisa berjuang mengatasi kerasnya hidup dijalanan, tentunya dengan cara-cara yang baik dan diridhoi oleh Allah SWT.

Spesial Buat
Akhi, Khoirul Khotim
Tetap bersemangat…

6 Responses to "Kisah Kampung Dayak"

Trian Hendro A. mengatakan...

ooo, kampung dayak yang di Purwokerto, saya pikir tadi yang di ujung timur sana..
ada juga ya di purwokerto?

penakayu mengatakan...

Iya, nama aslinya kampung Sri Rahayu, tapi orang-orang nyebutnya
kampung dayak ^_^

Linda mengatakan...

subhanallah, makasih ya udah diingetin utk menjadi manusia yg bermaanfaat

btw, kenapa disebut kampung Dayak???

penakayu mengatakan...

Wah aku juga gak tahu Lind...ntar deh aku tanyain ke mereka kok disebut kampung dayak.

Anonim mengatakan...

salut untuk orang-orang yang masih bisa meluangkan waktu dan memberi untuk orang lain; ditunggu foto2-nya :)
doel

penakayu mengatakan...

Ntar ada, tunggu aja, BTW siapa neh..? ^_^