Senja di Pantai Kuta

Senja di Pantai Kuta
yons achmad*

Ada dua jenis perasaan
Yang satu ditahan
Yang satu diucapkan

Saya orang gunung, selalu rindu pada pantai...

Sembilan bulan lalu saya mengkhayal. Alangkah asyiknya kalau bisa menikmati senja di Pantai Kuta, Bali. Selain untuk menghibur hati, kalau misalnya saya berhasil mendatangi tempat itu, bertekat menjadikannya salah satu bab dalam novel saya.

Syukur tak terkira, Tuhan mendengarkan doa kecil saya. Awal Mei (4-6) 2012 berhasil terbang ke sana. Dan: Apa yang saya khayalkan kesampaian. Barangkali, bagi yang bergaji besar, punya uang banyak, terbang ke sana bukan sebuah keistimewaan, bukan sebuah kemewahan. Tapi, bagi saya, ini bagian dari perjuangan. Ya, perjuangan mewujudkan mimpi-mimpi.

Sebuah senja di Pantai Kuta...

Saya duduk “menyendiri”. Memandang sekilas: anak-anak bermain bola, membuat rumah-rumahan pasir, wisatawan asing berjemur, orang-orang berenang memanjakan diri atau bagi yang punya nyali, berselancar mengikuti arah angin laut. Hanya sebentar saja. Lalu mata saya terpikat pada senja di laut lepas. Sebuah kenikmatan dan hiburan hati tersendiri. Oh indahnya Tuhan...

Sayang. Senja cantik itu hanya sebentar saja. Tapi, tak mengapa...

Sebenarnya, momentum senja di Pantai Kuta, saya hanya ingin jujur pada diri sendiri. Tapi payah. Tidak punya cukup nyali mulut ini berkata. Tentu semua ini bukan soal perasaan. Tapi tentang bisnis. Eh bukan bukan. Lagi-lagi saya harus berbohong. Payah.

Senja di Pantai Kuta.
Biarkan ini menjadi cerita.
Setidaknya dalam bab sekian (calon) novel saya...

*Penulislepas, tinggal di @senjakarta

0 Response to "Senja di Pantai Kuta"