Sang Khadijah Itu

Sang Khadijah Itu
Oleh
Yon’s Revolta


Ramadhan yang indah…

Alhamdulillah, saya bisa melaksanakan ibadah puasa dengan baik (semoga saja). Tentu, kondisi yang menyenangkan ini berkat campur tangan Sang Khalik. Saya diberikan nikmat kesehatan, tidak mengalami gangguan sakit sama sekali. Padahal, seringkali saya mengidap sariawan pada bibir dan lidah, sehingga untuk berbicara, minum dan makan saja terasa sulit. Akibatnya, saya pun malas untuk beraktivitas. Sekarang, karena kondisi saya fit dan baik-baik saja, tentu rasa syukur perlu dikumandangkan, walau diam-diam dalam hati.

Sebagai tanda terimakasih atas nikmat kesehatan dan kesempatan membersamai ramadhan kali ini, salah satunya saya isi dengan membaca buku keIslaman. Diantaranya, buku berjudul “Spirit Khadijah” karya seorang penulis bernama Ibnu Sahid as-Sundy. Bukunya tak tebal, hanya 174 halaman saja. Tapi isinya lumayan menarik bagi saya. Yang paling mengesankan, adalah pribadinya sebagai penyemangat hidup seorang suami bernama Muhammad. Rasul umat Islam sedunia. Kurang lebih begini kesan saya;

Adalah Khadijah, seorang pedagang yang sukses, seorang wanita yang hidup dan dibesarkan di lingkungan Suku Quraisy. Sebagai pedagang besar, Khadijah mempunyai beberapa orang pegawai yang menyertainya. Dari salah seorang pegawainya, dan cerita-cerita yang disampaikannya, Khadijah kemudian mengenal sosok Muhammad yang membantu perdagangan, khususnya ketika membawa dagangan ke negeri Syam. Khadijah lalu penasaran tentang sosok seorang yang jujur itu, siapakah dia…?

Juga keterangan mengenai hal aneh seperti awan tebal yang selalu menyelimuti Muhammad selama perjalanan dagang. Lebih-lebih lagi, keterangan seorang rahib bernama Buhairah yang membaca tanda kenabian pada diri Muhammad seperti yang dijanjikan dalam Taurat dan Injil. Singkatnya, rasa penasaran pelan-pelan berbuah simpati dan datanglah cinta. Mengalirlah bening cinta Khadijah kepada Muhammad setelah mengetahui kejujuran, amanah dan cahaya kebenaran melekat pada dirinya. Akhir bahagia, menikahlah keduanya. Khadijah (40) dan Muhammad (25). Inilah awal sebuah ikrar cinta sejati

Rupanya, perjalanan cinta selalu penuh liku…

Dalam sejarah, keduanya mendapat sorotan tajam masyarakat masa itu yang dikenal masih jahiliyah (bodoh), menyembah patung dsb. Mereka memusuhi keduanya. Muhammad gelisah melihat realitas yang terjadi pada masyarakatnya. Memang, masyarakat Mekkah mengenal sosok Muhammad selaku orang yang gemar merenung dan berpikir. Tapi sayang, mereka tidak menyadari, kelakuan merekalah yang menyebabkan murungnya Muhammad.

Suatu kali dibulan Ramadhan…

Muhammad menuju Gua Hira, sebuah gua kecil yang terdapat di bukit cahaya (jabal nur) yang terletak di utara Mekkah. Ia mencari ketenangan. Orang-orang Quraisy juga terbiasa melakukan itu, sesekali mengasingkan diri dari hiruk pikuk suasana Mekkah dengan meninggalkan aktivitas pedagangan dan juga suasana hangat rumah tangga. Ketika mendapati suaminya dalam kecamuk gelisah mencari kebenaran sejati, Khadijah tampil utuh sebagai istri teladan. Ia tahu dan mengerti dengan sepenuh hati, kepergian suaminya menyendiri untuk beribadah dan mencari hakikat kebenaran sejati.

Dengan ketulusan, kesetiaan dan kepatuhannya, Khadijah mendukung sepenuhnya suaminya. Ia tak terjebak sifat cengeng dan romantisme murahan seperti dilakukan mayoritas wanita Quraisy yang meminta tetap dipelukan daripada ditinggalkan. Disitulah kemudian risalah kenabian dideklarasikan. Dan, Khadijah adalah orang pertama yang mempercayainya, orang pertama yang memasuki gerbang Islam. Kata Ibnu Syihab r.a. “Khadijah adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya sebelum shalat diwajibkan”.

Dalam perjalanan menyeru kebenaran membersamai suaminya, tak jarang, perlakuan kasar masyarakat dirasakannya. Begitu juga Muhammad sering merasakannya. Pada saat seperti itu, Khadijah tampil sebagai pribadi yang agung, memberikan motivasi kepada suaminya untuk tetap tegar. Dengan penuh cinta, kelembutan dan kasih sayangnya, selalu menampakkan keceriaan. Mengobati kegundahan Rasul atas perlakuan kaum Quraisy yang tak mengenakkan.

Kata-kata yang keluar dari bibir Khadijah adalah kelembutan, tutur kata yang halus. Pengobat hati, penyejuk jiwa. Seperti katanya “Wahai suamiku, risalah yang kau emban adalah kebenaran sejati, pastilah Allah ta’ala tidak akan melupakanmu dan akan memberikan arahan serta tuntunan bagi perjalananmu”. Kata-kata semacam itu yang membesarkan hati Muhhamad untuk terus berjuang menyerukan kebenaran. Bagi Muhammad sendiri, Khadijah adalah keteduhan, seorang wanita penyabar yang selalu penuh keceriaan. Tak hanya itu, sebagai pengusaha, Khadijah pun dikenal sebagai wanita yang menginfakkan sebagian besar hartanya demi kelancaran perjuangan. Ah, Khadijah memang gagah.

Hingga kemudian dalam sejarah perjuangan, terjadilah peristiwa pemboikotan yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum muslim. Mereka terisolasi, diembargo sehingga kesulitan komunikasi, transportasi dan juga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibat pemboikotan itu, menyebabkan Khadijah sakit keras karena kelaparan dan kehausan. Hingga, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal dunia. Rasullulah sendiri yang mengurus jenazahnya. Ketika melepas kepergiannya, Rasulullah mengucap “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid”.

***

Itulah sebagian kecil pribadi dan sosok Khadijah. Memang, itu sejarah terkenangkan yang terjadi 14 abad lalu. Tapi, rasanya masih cukup relevan untuk dijadikan ibrah di jaman ini. Setidaknya, untuk memotret pribadi seorang wanita yang gagah, tegar, tak banyak mengeluh, penuh keceriaan di wajahnya, terlihat dari senyum ramahnya nan menyejukkan, siap berjuang dengan sepenuh jiwa, tapi juga menampilkan sisi lembut dan penuh romantisme. Adakah sosok seperti itu dijaman ini. Kalaupun ada, siapkah para lelaki baik dan sholeh menyambut Sang “Khadijah Senja” itu ketika ia datang menyapa, ketika ia datang dengan tiba-tiba…?. Hanya, ketulusan cinta yang bisa menjawabnya.

Kota Senja, 29 September 2007.

3 Responses to "Sang Khadijah Itu"

Anonim mengatakan...

Ehhh, aku belum selesai baca buku ini... :D

Semoga kita selalu diberikan kesehatan,... agar dapat selalu menjalankan ibadah Puasa Ramadhan tahun ini dengan baik, amin.

seeemmmaaanggggaaatttt

Anonim mengatakan...

cieeee...

lamar punk...lamar!

bunga tegar kayak gitu gak di semua musim ada...seribu satu tuh!

kapan khitbah jadinya? kqkqkq...

Anonim mengatakan...

membaca perjalanan rasul dan orang-orang terkasih disekitar beliau memang selalu menggetarkan. selama 13 tahun sebelum turunnya salat sang nabi memang beruzlah di gua hiro' menyebut-nyebut asma Allah sampai bengkak dan berdarah-darah, kalau kita pengikut nabi sebaiknya apakah kita mengikuti ajaran beliau mulai dari awal atau setelah beliau mendapat buah syariat ajaran salat dari hasil uzlahnya, bukankah sang nabi baru dikatakan islam oleh Allah menjelang beliau berlindung keharibaanNya?