Penulis Lagi Sedih

Penulis Lagi Sedih
Oleh
Yon’s Revolta


Sripta Manen, Verba Volant

yang tertulis akan tetap mengabadi..
yang terucap akan berlalu bersama angin


Terharu, bercampur senang, tapi ada sedikit rasa sedih. Ya, ketika seorang teman memberikan kabar dalam dalam sebuah forum “Jual Novel Untuk Menikah”. Terharu dan senang ketika mendengar kabar itu. Sebuah kebahagiaan tersendiri ketika dia akan bersegera menjemput bidadarinya. Rasa sedih muncul ketika membayangkan nasib penulis di negeri ini yang kadang banyak tidak beruntung. Tidak bisa hidup layak. Saya tak tahu tentang “nasib” seorang teman itu. Mungkin, itu satu-satunya jalan baginya untuk mendapatkan rupiah, bekal menikah kelak.

Bagi penerbit, kisah ini sebuah tamparan telak. Tentu, bagi mereka yang masih punya nurani. Apalagi, kalau menyebut banyak kisah. Diluar sana, tentu teramat banyak kisah-kisah pilu lainnya. Seorang penulis yang dijanjikan bukunya terbit lantas dibatalkan secara sepihak. Menunggu naskah yang begitu lama prosesnya, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Royalti yang teramat kecil diterima penulis. Ada juga, penerbit yang diam-diam berbohong. Tak jujur dengan penjualan. Buku terjual banyak, tapi honor untuk penulis sengaja tak dibayarkan. Semuanya, menjadikan penulis sedih. Sedikit yang terluahkan memang. Banyak yang masih diam.

Yah, barangkali terinspirasi oleh sajak Rendra;


suka duka kita bukanlah istimewa karena setiap orang mengalaminya.
hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh,
hidup adalah untuk mengolah hidup, bekerja membalik tanah,
memasuki rahasia langit dan samudera…

Memang, berprofesi menjadi penulis (total) itu butuh keberanian, berani untuk bertahan hidup dengan kesederhanaan. Tapi, alangkah indah kalau semuanya bisa menjadi partner dan bisa bekerjasama dengan baik. Antara penulis, penerbit dan pembaca. Masing-masing jelas punya kebutuhan. Tapi, sinergis dan terkomunikasikan dengan baik tentu lebih utama. Kejujuran juga penting agar masing-masing tidak merasa dikecewakan. Ini sebagai usaha untuk mengantisipasi munculnya “penulis pelacur”, menulis sekedar uang semata, tak tersisa lagi idealisme, hanya menurut selera pasar dengan melulu menulis soal (mmaf) sex dan seputar kelamin.

Tak perlu dipungkiri. Penulis memang butuh penghargaan, bukan apa-apa, karena memang menjadi haknya. Ada sebuah pengalaman begini, saya pernah menulis di koran. Sebuah artikel telah nongol. Artinya, saya berhap mendapatkan honor. Tapi, lama sekali tak ada kabarnya. Nah, saya beranikan diri menelpon manajemen koran itu. Seminggu kemudian memang honor terkirim, mungkin tak terlalu banyak, tapi bagi saya lumayan, besarnya Rp 280 ribu. Saya masih beruntung honor dikirim. Banyak ternyata yang telah menulis dan tak mendapatkan apa-apa. Padahal, untuk menulis artikel di koran butuh membaca 2-5 buku, belum lagi menyita waktu berjam-jam untuk menulis, bahkan beberapa hari. Itupun belum tentu dimuat.

Disini, saya tak hendak menakut-nakuti seseorang untuk terjun menjadi penulis. Hanya, merasionalkan impian saja. Bolehlah, kalau ada yang mengatakan JK Rowling hanya menulis saja bisa kaya raya. Tapi, itu satu diantara seratus, bahkan seribu. Di negeri bernama Indonesia ini, penulis belum dihargai dengan baik. Penulis lagi sedih, benar adanya. Tapi seperti kata Rendra, kita perlu mengelola hidup. Kita perlu mengelola kesedihan menjadi senyuman. Menulis, memang jalan sunyi, sebuah pilihan hidup. Kalau memang belum bisa hidup layak, tak perlu memaksakan diri. Kalau masih kuat bertahan, menulislah terus sampai dimuat, sampai jadi buku. Kalau sudah mentok, bekerja dilain bidang asal baik tentu bukan haram hukumnya. Sambil, menunggu momentum perayaan penulis di negeri ini bisa tersenyum setulus dan sepuas jiwa. Entah kapan datangnya.

Rumah Kelana, 25 Juli 2007


10 Responses to "Penulis Lagi Sedih"

Anonim mengatakan...

kirain kamu sedih kenapa punk...jadi inget cetingan kita tempo hari, tentang 'perempuan'2 itu...hehehe

penakayu mengatakan...

nggak lah. mikir perempuan terus jadi capek. makan ati he he he

Ipoet mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

Mendingan mikir topik apa yang baik dan mendorong orang berbuat kebajikan...hehe

Anonim mengatakan...

tak kira ngopo..????
HUh...kuciwa..kuciwa...

penakayu mengatakan...

putrii@ nggak bermaksud menipu loch :-)

al fakir @ siapakah dikau, tapi idenya sayah sepakat :-)

escoret@ nggak bermaksud menipu juga judulnya he he

Linda mengatakan...

jadi penulis mungkin bukan satu profesi yg menjajikan tp insya Allah kalo tulisan kita banyak manfaatnya hidup bisa jadi berkah :)

Anonim mengatakan...

as i told 2 u, aq juga pernah mengalaminya..so, penyakit M ku kambuh.mlaezzzzzzzzzzzzz

Anonim mengatakan...

salah ketik...MALEZZZZZZZZZZZZZZZZZ:-)

penakayu mengatakan...

kalo alasannya males, wah capeck dech...