Penulis dan Alam

Aku pernah punya cita-cita
Ingin jadi petani kecil
Hidup di tengah desa dengan
Sawah di sekelilingku
Luas kebunku kan kutanami
buah dan sayuran...
.....
memang cita-citaku sederhana
sebab aku terlahir dari desa
(Ebiet G Ade)

Di lereng Gunung Merapi Magelang, ada sebuah tempat yang sejuk, masih banyak persawahan hijau menghampar luas. Talaman, begitulah orang menyebutnya. Saya kurang tahu arti filosofi nama itu. Di kampung Talaman itulah saya menghabiskan massa kecil saya. Disana saya bersahabat dengan alam, sering bermain lumpur dan perang-perangan di sawah bersama teman-teman sepermainan dulu, kenangan yang tak terlupakan.

Selepas SMP, saya berangkat ke kotamadya untuk melanjutkan ke SMU Negeri 2 Magelang dan Ma’had Al-Ichsan. Pagi saya berangkat sekolah, sore sampai malam belajar agama. Sejak saat itu, saya jarang menikmati indahnya persawahan dengan berbagai tanaman hijau, sayuran dan buah-buahan. Apalagi, semenjak saya menempuh studi kesarjanaan disini, Kota Satria. Nyaris, hanya sesekali saja saya pulang kampung yang biasanya hanya sebentar terus pulang lagi kesini. Makanya, ditengah sibuk organisasi dan perkuliahan yang kerap membosankan, kadang ingin sekali menikmati alam. Agar hati ini fress, tidak suntuk. Yah, sekedar untuk variasi hidup. Agar hidup tidak monoton.

Toh kuliah, hanya sebagian kecil saja dari hidupku...
Masih banyak hal-hal menyenangkan yang bisa saya nikmati selain aktivitas perkuliahan. Salah satunya, bersahabat dengan alam tadi.

Sebenarnya, saya menyukai pantai atau laut. Ah, kalau berkesempatan kesana, saya ingin berteriak sekencang-kencangnya “Freeedommmm”. Bukan apa-apa, hanya sekedar merilekskan pikiran, kemudian setalah pulang, jadi bersemangat dan bisa menjalankan hidup dengan penuh arti. Tapi sayang, di Kota Satria ini tak ada pantai. Harus ke Cilacap atau Kebumen. Ya sudah, alam wisata pegunungan Baturraden kemudian menjadi alternatif kedua.

Alam adalam sumber kelembutan

Bagi saya, seorang (calon) penulis, alam memberikan kemanfatan yang luar biasa. Dia bisa memberikan berjuta-juta ide dan inspirasi di kepala. Yang penting lagi, dia adalah sumber kelembutan. Bersahabat dengannya, menjadikan diri ini seolah kecil sehingga bisa menghilangkan kesombongan diri. Dengan demikian akan tercermin kelembutan penulis dan karyanya. Semoga saja begitu.

Ketika bersahabat dengan alam, saya diajarkan untuk tidak merusaknya, bahkan disuruh untuk berlaku adil dan mengelolanya dengan baik. Ketika banyak para penebang liar membabat hutan tanpa ampun. Kadang saya membayangkan, andai saja pohon bisa berekspresi secara kasat mata, dia tentu akan menangis, mencucurkan air mata ketika menyaksikan tangan-tangan kotor manusia yang hanya memperturutkan nafsu saja. Mau menebang tapi tak mau menanam.

Ya, saya memang belum menjadi penulis yang baik dan produktif. Tapi, berkat bersahabat dengan alamlah saya kemudian menjadi tergerak untuk menulis dan menulis lagi. Setidaknya, sesuai dengan aturan alam, tidak boleh merusak. Makanya, saya kemudian berusaha untuk menulis sesuatu yang baik-baik saja. Kalau hanya menyesatkan orang, mendingan tidak menulis saja, sebab, bukanya bisa menambah amal kebaikan, justru akan membawa kemudharatan bagi manusia.

Beberapa hari saya merenung keterkaitan antara penulis dan alam. Adakah kaitannya..?

Lantas, saya teringat oleh Soe Hoek Gie. Dia mencintai alam, bersahabat dengan alam. Hal itu bisa kita baca dalam buku “Catatan Seorang Demonstrannya”. Konon katanya, kata orang, karyanya yang berupa tulisan berat (skripsi) bisa dinikmati pembacanya layaknya sebuah cerpen atau novel. Apakah memang ada keterkaitan antara penulis dan alam. Saya rasa juga begitu, ada.

Saya kadang berpikir, apakah memang inilah rahasia mengapa orang yang akrab dan bersahabat dengan alam bisa melembutkan hati. Ya, semoga saja begitu. Apalagi kalau bersahabat dengan alam dengan pancaran keimanan, tentu hasilnya akan luar biasa lagi. Ketika menikmati alam, mau atau tidak mau kita akan berinteraksi dengan Allah SWT, sang maha pencipta. Dengan demikian, lantas kita menjadi sadar bahwa kita hanyalah hamba yang kecil. Dengan interaksi yang intens itu, bisa jadi kita akan menemukan makna bahwa orang yang terbaik adalah mereka yang paling memberikan kemanfaatan kepada orang lain

Nah, penulis juga begitu. Menurut saya, penulis yang baik adalah penulis yang paling memberikan kemanfaatan dan pencerahan bagi orang lain. Kalau justru dengan menulis itu hanya memberikan kemudharatan, perpecahan, permusuhan lebih baik tak usahlah menulis. Wallahu’alam.

Kota Satria
5 April 2006 pukul 06.25











13 Responses to "Penulis dan Alam"

penakayu mengatakan...

Ok dech, tetep semangat menulis yah
BTW, blogmu kok gak bisa dibuka yah..?

Unknown mengatakan...

Hikaru apa kabar:) lama nggak main kesini, baru sadar Hikaru dari Magelang, setiap kali ke kebumen ke rumah Mbah sampai sekarang ibu pensiun pindah kesana, aku selalu seneng tiap lewat magelang, bahkan sampe skrg punya keinginan punya rmh di magelang:)

penakayu mengatakan...

Wah iya, Magelang emang kampung and kota yang sejuk. Aku juga pingin hidup di kampung aja dech.
Bisnis sambil jadi penulis atawa wartawan. Kayaknya asyik ^_^.

BTW, semoga cita-cita bikin rumah di Magelang kesampaian ya ^_^

Anonim mengatakan...

Hikaru, makasih ya dah mampir ke blogku. Aku suka baca tulisan kamu, mengalir apa adanya dan indah. Aku suka juga sama alam. Apalagi setelah tinggal di negara 4 musim. Betapa kehilangan kehangatan alam Indonesia. Disini hidup benar2 perjuangan. Melawan dingin, melawan salju. Di Indonesia hidup begitu indah. Dikencar di hutan aja masih bisa hidup, makan tumbuhan, Kalau di Jerman, ga akan bisa hidup karena bisa mati kedinginan. Sayang karena enaknya alam Indonesia, kita seringkali tidak lagi menghargai alam yang indah itu. Aku sendiri bisa menulis ini setelah mengalami. Jadi saranku, bersyukurlah atas anugrah telah diberikan alam yang begitu indah seperti alam di Indonesia..

hanan2jahid mengatakan...

ana jg sangat suka dengan alam, sebuah tulisan yg bagus. Jadi pengen buat tulisan ttg alam jg, dah lama gak buat, menyatu dengan alam memang mampu mengeluarkan dan menyegarkan seluruh potensi kita:)

Maya Hirai mengatakan...

tull! :)

Ummu Aisyah mengatakan...

salam, wah Punk...penulis spt ini keknya kapasitasku masih jauh banget..pengennya bisa spt Sayyid Quthb..tapi apa mesti masuk bui dulu yah?....ato spt Zainab Al Ghazali mesti disiksa dulu...Subhanallah...mereka2 mah tempaan nya dengan perjuangan....tpi Insya Allah deh Punk...minimal memberi manfat buat lingkungan terkecilku dulu.

mutiara yg paling indah adalah Keluarga ( hihih, jadi inget keluarga cemara)....Hmm..Punk nt gak cepetan meraih mutiara itu?..provokasi lagi deh nihhhh..:D

penakayu mengatakan...

Buat Tina, di tunggu tulisannya ya

penakayu mengatakan...

Buat Maya, cuman gt doank ^_^

penakayu mengatakan...

Buat vera, iya neh, pingin cepet nikah...tapi.....

Anonim mengatakan...

Well done!
[url=http://okrgjkjo.com/agxx/mizd.html]My homepage[/url] | [url=http://hpalcmgt.com/lxvr/flbp.html]Cool site[/url]

Anonim mengatakan...

Thank you!
My homepage | Please visit

Anonim mengatakan...

Great work!
http://okrgjkjo.com/agxx/mizd.html | http://lwjzjkqo.com/bqvc/prjk.html