Yang Bertahan dengan Harapan
:Yons Achmad*
“Cobalah untuk tidak menjadi orang yang sukses,
namun menjadi orang yang bernilai.”
( Albert Einstein)
“Tii rotiii”. Itu suara khas
setiap pukul 7 pagi. Suara pedagang yang setiap hari lewat depan rumah. Ada yang beli atau tidak,
dia selalu datang. Tak pernah absen. Kecuali kalau memang sedang sakit atau ada
acara yang memang tak bisa ditinggalkan. Saya kira, inilah salah satu contoh
mereka yang bertahan dengan harapan. Dia menjual roti ambil dari bosnya. Setiap
satu roti yang terjual dia pernah bercerita “Saya dapat 40 persennya Mas”.
Katanya suatu ketika. Bertahun-tahun sudah, sebut saja namanya Pardi, dia begitu
bersemangat menjalani profesinya sebagai penjual roti keliling.
Apakah cita-citanya memang
menjadi penjual roti? Tidak.
Tapi keadaan yang memang tak
memberikan alternatif pilihan. Ada tetangganya yang sebelumnya sudah berjualan
roti, kemudian dia diajak juga untuk berjualan. Akhirnya, di Jakarta, dia
menantang nasib dan mencoba menaklukkannya. Hasilnya apa? Ya, sampai saat ini bersyukur dia masih bisa mencukupi kebutuhan
istri dan anak-anaknya.
Sekarang, dia memang masih
menjadi anak buah. Tapi mimpinya melambung ke angkasa. Kelak, dia kepingin juga
menjadi bos roti dan bisa mempekerjakan karyawan. Singkatnya, pingin juga
memberi lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang memang butuh pekerjaan. Dia
merasa cocok dengan pekerjaan yang dia jalani sekarang ini. Berdagang.
Dan, untuk menjadi pedagang
yang berhasil, sekolah tinggi memang bukan
jaminan.
Yang penting mau kerja
keras. Seperti dia yang setiap hari
menjalani profesinya. Lantas, bagaimana bisa dia menjadi bos? Memang butuh
proses, modal sedikit demi sedikit dia kumpulkan, sebagai langkah awal untuk menjadi bos alias
juragan. Dengan modal itu nantinya, dia akan rekrut satu atau dua karyawan
untuk memasarkan dagangannya.
Sampai detik ini masih seputar
roti. Tapi, tak menutup kemungkinan dia akan beralih kesektor lain jika
memungkinkan dan ada yang lebih menjanjikan.
Yang ada dalam pikirannya sederhana saja. Ada modal, dia belikan sesuatu
kemudian jual kembali. Untuk awalan dia sendiri yang akan menjualnya agar punya
pengalaman di lapangan. Selanjutnya, biarlah karyawan-karyawannya yang
menjalankan bisnisnya. Dia sekadar memberikan arahan saja.
Itulah sedikit cerita tentang
orang-orang yang bertahan dengan harapan. Ya, di kota dengan persaingan hidup
yang lumayan tinggi ini. Saling sikut, saling rebut, saling telikung sudah
menjadi pemandangan keseharian. Tapi, walaupun begitu, dia akan mencoba tetap
berdagang dengan aturan yang tak merugikan orang lain. Cara berdagang menurut Rasulullah. Begitu
kira-kira. Sementara, diam-diam saya
juga banyak belajar dari kehidupannya. Terutama
tentang harapan. Ya, hidup memang menjadi menggairahkan kalau kita yakin masih
ada harapan.
Palmerah, 10 Maret 2016.
0 Response to "Yang Bertahan dengan Harapan"
Posting Komentar