:yons achmad*
“ Pria menjadi pimpinan wanita karena Allah
telah
memberikan kelebihan (kekuatan)
kepada lelaki dari wanita dan karena pria
bertanggung jawab menafkahkan hartanya “
( An - Nisaa’ , 4 : 34 )
Ketika masih hidup membujang, saya hidup mengalir saja. Saya bekerja kantoran. Sebulan bekerja pada
perusahaan orang lain, tanggal muda mendapatkan uang, lalu 29 hari kemudian
pelan-pelan bahkan cepat, uang terhabiskan. Begitu seterusnya. Saya hidup
menanggung beban diri sendiri. Hidup sendirian dalam kamar 3x4 di Jakarta selama beberapa tahun. Hingga
kemudian saya menikah, lalu alhamdulillah dikaruniai anak oleh Allah SWT. Dan
hidup kemudian berubah.
Ada yang bilang “Lelaki tak punya masa depan sebelum dia mendapatkan
pasangan”. Boleh setuju atau tidak dengan pernyataan demikian.
Tapi, itu saya banget. Saya mulai sedikit memikirkan masa depan baru
setelah menikah. Ya, setelah sekian lama hidup dalam keseharian tak tentu arah,
tak punya mimpi. Pokoknya hidup sesuai dengan keinginan, asalkan hati jadi
senang. Hidup dengan model semacam ini memang agak keterlaluan memang. Hasilnya
apa? Ya penuh kekacauan.
Kemudian, saya baru percaya, dengan memutuskan menikah, hidup mulai
pelan-pelan tertata. Ada pasangan yang mulai intens menjadi teman ngobrol, teman bercanda, teman
curhat, berbagi pemikiran dan bacaan masing-masing. Kalau sudah begini, kadang
saya menyesal kenapa tak memutuskan menikah saja sejak muda. Ketika teman-teman
seumuran saya sudah menikah, punya anak, punya rumah, punya mobil, saya malah
baru memulai kehidupan. Tapi penyesalan tak terlalu berguna.
Untuk mengejar ketertinggalan, satu-satunya jalan adalah dengan
meningkatkat kualitas kehidupan. Hanya dengan cara inilah saya percaya bisa mengejar
keberhasilan yang dicapai oleh teman-teman sepermainan. Walau tentu saja, saya
dan pasangan tetap punya target berbeda tentang keberhasilan apa yang ingin
kita capai bersama.
Memang jalan tak mudah. Apalagi sejak menikah saya memutuskan untuk bekerja
mandiri. Tidak bekerja pada perusahaan orang lain. Setiap hari saya selalu berpikir bagaimana
bisa menghidupi keluarga untuk satu bulan ke depan dan bulan bulan berikutnya.
Karena saya bekerja dan mengelola
usaha di bidang creative content, sebuah
agensi yang salah satunya melayani penulisan pada web-web ternama, itu sebabnya
tak ada lain setiap hari harus bergerak. Menulis, membaca, menemui klien,
menyiapkan surat perjanjian dst. Bosan? Tentu ada, sampai kemudian terpikirkan,
bagaimana kalau kita banting setir berjualan saja. Berjualan apa saja.
Tapi sebelum bisa melakukan hal itu ya tetap harus bergerak. Ya, terus bergerak untuk nafkah demi cinta. Pada
pasangan, anak, juga keluarga besar. Keluarga sendiri maupun keluarga di pihak
mertua. Hidup saya kira memang harus terus bergerak melakukan sesuatu karena
inilah jalan menuju keberhasilan. Bukan hanya dengan pikiran-pikiran. Karena tanpa
pergerakan pikiran tak ada gunanya.
Pada akhirnya, saya punya kesimpulan kecil. Bergerak, terus lakukan
sesuatu. Itu yang akan menyelamatkan hidup.
*Penulis. Founder Kanetindonesia.com
Palmerah, 14 Februari 2016.
0 Response to "Pergerakan untuk Nafkah Demi Cinta"
Posting Komentar