Bahagia Itu (Bagi
Saya) Tidak Sederhana
:Yons Achmad*
Apa kebahagiaan itu? Salah satunya tercapai mimpi yang
kita idam-idamkan sejak dulu. Dan, bagi saya, setelah mengarungi perjalanan
hidup selama ini, ternyata untuk sampai pada kebahagiaan itu tidak sederhana. Tapi
rumit. Banyak proses, langkah demi langkah yang harus dijalani.
Saya sangat jarang mencapai kebahagiaan itu dengan mudah. Atau
barangkali, seingat saya, tak pernah saya mendapatkan kebahagiaan itu dengan
mudah. Dulu, saya mencoba peruntungan dengan ikutan kuis, ikutan banyak lomba,
bahkan pernah iseng ikutan beli kupon lotere. Hasilnya? Nihil. Waktu dan uang
terbuang sia-sia.
Dalam dunia akademik maupun karir juga begitu. Untuk bisa
mendapatkan ilmu, saya harus membayar semuanya. Tak pernah sekalipun saya
mendapatkan beasiswa. Entahlah, dari dulu
memang tak pernah mengajukan beasiswa, apalagi dengan sarat ini itu yang
lumayan banyak. Sementara, dalam dunia karir juga begitu, karena dunia akademik
saya tak berhasil, dunia karir juga menjadi susah. Maklum, di negeri ini, sarat akademik yang
bagus masih menjadi patokan. Itu yang membuat saya tersingkir, kalah sebelum berperang.
Kesal dengan pemandangan seperti itu. Setelah 5 kali
bekerja di kantor yang berbeda. Mulai dari reporter media kecil, menjadi staf
di perusahaan konsultan, menjadi staf biasa di dua kantor, lalu menjadi staf PR
di lembaga penelitian, akhirnya memutuskan membuka bisnis sendiri. Berkali-kali
gagal memang. Tapi, sampai saat ini masih bertahan dengan bisnis.
Kalau sudah begini, saya kadang sering berkata di sosial
media “Menikmati Teh Hijau di Kafe….” “Ber-Tachiomi alias membaca buku gratis
tanpa harus membelinya di toko buku Gramedia” “Membaca novel di Perpustakaan
Freedom” “Menikmati Senja di Pantau Kuta” dsb. Lalu saya berpura-pura berkata “Bahagia itu
sederhana”. Padahal aslinya, bagi saya bahagia itu tak sederhana.
Apakah itu kebahagiaan? Ya, memang, tapi itu hanya
kebahagiaan “kecil”. Menikmati teh,
membaca novel, menikmati senja adalah cara saya menghibur diri. Momentum untuk
rehat sejenak. Sambil berefleksi tentang bagaimana cara menggapai mimpi-mimpi
yang akhirnya mendatangkan kebahagiaan “sejati” setelah berhasil
mendapatkannya.
Pada akhirnya, saya menemukan rumus untuk menggapai
kebagiaan. Berpikir sedikit dan sebentar saja, lalu bekerja (action) sekeras
dan secerdas mungkin. Itu kata kuncinya. Alhamdulillah dengan menerapan rumus
sederhana itu, pelan-pelan mimpi-mimpi mulai tercapai dan kebahagiaan satu
persatu mulai datang. Fokus saya sekarang, bekerja (berkarir) sesuai passion, yang utama menggeluti bisnis (khususnya bisnis
media) untuk menghidupi keluarga dan pelan-pelan kembali menggapai
karir akademik yang selalu dan selalu masih saja tertunda.
Sekali lagi, bagi saya, bahagia itu tidak sederhana. Tapi,
bagi Anda yang bisa dengan gagah tanpa pura-pura berkata “Bahagia itu Ternyata Sederhana”. Sungguh, itu sudah cukup sebagai alasan untuk bersyukur kepada
Tuhan.
Rumah Senja: 17 Maret 2015 pukul 04.15
*Penulislepas. Penikmat Teh. Penggila Haiku. Penyuka Senja
@Senjakarta
0 Response to " Bahagia Itu (Bagi Saya) Tidak Sederhana"
Posting Komentar