Bahagia Itu Sekarang, Cinta !

Bahagia Itu Sekarang, Cinta !
:Yons Achmad*

Apa itu bahagia? Saya pernah  membayangkan begini.  Saya hidup di apartemen.  Punya pekerjaan. Tentunya, punya uang yang cukup banyak. Dengan kehidupan semacam itu, saya bisa jalan-jalan di hari Sabtu-Minggu ke mana suka.  Saya juga bisa membalas budi orang tua, setidaknya kiriman setiap bulan, kalau masih ada sisa, saya sedekahkan. Hidup sendirian tak masalah. Itu saya nikmati sampai umur 30 tahun.  Keterlaluan memang.

Sampai suatu ketika ada yang bilang “Nanti kalau kamu mampus, siapa yang akan mendoakan?” Kurang ajar. Pertanyaan sederhana sih, tapi nampol sekali. Jleb banget.  Benar juga, kalau saya mati dan orang tua juga sudah meninggal, siapa yang nanti akan mendoakan?  Saya renung-renungkan. Benar juga. Jawabnya adalah anak-anak saya. Itu artinya harus menikah untuk bisa punya anak.  Hah, Menikah?  Itu kata yang tak pernah terpikir sebelumnya.

Menikah. Ide menarik juga. Tapi jodoh, calon pasangan siapa? Memang,  saya punya beberapa teman wanita. Ada yang asyik, tapi belum terpikir menjadi teman hidup bersama. Sampai kemudian Tuhan mengirimkan seseorang. Saya bertemu  untuk pertamakalinya dengan seseorang itu di Bali. Sampai di Jakarta, saya menjalin komunikasi lagi lebih intens, termasuk dengan orang tuanya.  Tiga bulan kemudian kami menikah.

Kini saya hidup berempat. Dengan pasangan dan dua anak kami. Jingga Kanaya (2,5 tahun) serta Java Provetika (6 bulan).  Saya hidup sederhana di Jakarta dengan pekerjaan sederhana pula.  Saya biasanya bekerja selama 4 jam sehari. Kalau sedang lembur bisa sampai 6 jam sehari. Selebihnya, bermain dengan anak-anak. Yang kemudian menjadi pertanyaan kecil apakah hidup saya ini bahagia?

Ingatan saya kembali melayang ke masa sebelum menikah. Saya selalu membayangkan  kebahagiaan itu “Kalau”. Kalau punya apartemen, kalau punya uang banyak, kalau punya mobil bagus, kalau bisa jalan-jalan keliling dunia dan seterusnya.  Sampai kemudian saya menyadari kekeliruan itu. Bahagia itu bukan  “Kalau” bukan pula “Nanti”. Bahagia itu sekarang.

Untuk bisa selalu bahagia sekarang ini.  Kepada hidup yang sedang kita jalani ini, saya sadar pula bahwa satu-satunya syarat cukup sederhana.  Bersyukur. Ya, bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikanNya.  Dengan begitu, hati saya bahagia. Dengan kebahagian. Hati yang bahagia itu saya bekerja, saya berkarya. Agar setidaknya juga bisa memberikan kebahagiaan pula kepada keluarga, orang tua dan sesama. Pada akhirnya, untuk menjadi manusia bahagia ternyata cukup sederhana. Dan ternyata pula, kita semua bisa melakukannya. Artinya, kita semua bisa bahagia. Selamat berbahagia ya.

Palmerah, 27 Juli 2017


*Penulislepas. Pendiri Kanet Indonesia

0 Response to "Bahagia Itu Sekarang, Cinta !"