Kembali Ke Masjid

Kembali Ke Masjid
Oleh
Yon’s Revolta

Alunan bacaan Al-Quran itu merdu sekali. Dilantunkan oleh Abd A’la Al Maududi, anak muda yang hafal (hafidz) Alquran 30 Juz. Kemarin, saya mendengarnya pada acara malam bina iman dan taqwa (mabit) di Masjid Agung Baitus Salam Purwokerto. Dia kebetulan sedang praktek kerja di Rumah Sakit Prof Dr Margono, malam itu dia kebagian untuk melantunkan ayat suci sebagai pra acara penyejuk iman sebelum kajian inti. Mendengarnya, serasa bergetar hati ini. Entahlah, ada perasaan lain ketika mendengar surat Ar-Rahman yang dibacanya. Mungkin karena dia membacanya bukan hanya lewat bibir saja, tapi dihayati dengan hatinya sehingga sampai ke hati pula.

Surat itu menceritakan bagaimana Allah SWT telah menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara. Mencipta langit, matahari dan bulan yang beredar dengan keseimbangan. Bumi dibentangkan untuk makhluknya dengan pohon dan buah buahan didalamnya. Pada intinya, cahaya kasihNya begitu luar biasanya sehingga berulangkali dikatakan fabiayialaairobiikumatukadhiban (Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan).

Setelahnya, Ustad Wasil Lc tampil dengan nasehat-nasehatnya seputar spiritualitas dunia pendidikan. Bagaimana anak-anak perlu dikenalkan lebih dini tentang Islam. Sekolah, sebagai institusi pendidikan formal sudah semestinya mempunyai visi kedepan bagaimana nantinya siswa itu setelah lulus. Bagaimana jadinya setelah menyelesaikan pendidikan. Disinilah visi itu perlu dipertegas karena selama ini sekolah sering lalai mencetak karakter yang khas dari lulusannya. Satu hal utama adalah terkait dengan pembentukan syakhshiyah islamiyah (Kepribadian Islami). Masalah kepribadian ini tentunya sangat terkait dengan soal cara berpikir secara Islami (Aqliyyah Islamiyyah) dan pola sikap yang Islami pula (Nafsiyyah Islamiyyah). Sebagai lulusan pendidikan Islam, harus punya kharakter yang khas.

Sebelum beristirahat tidur dan dilanjutkan sholat malam,

saya berbincang dengan seorang teman.

Yah, sekedar berbagi cerita karena selama ini jarang bertemu. Salah satunya dengan Bang Asiandi (http://creasiana.multiply.com). Saya berkenalan lewat dunia maya ketika beliau masih sekolah S2 di Taiwan dengan studi keperawatannya. Saat ini bertugas sebagai dosen disalah satu universitas swasta di kota saya. Berbagi cerita tentang “nasib” Ikatan Da’i Indonesia (cabang) dan Forum Lingkar Pena (FLP) tentunya. Lebih khususnya bicara dakwah dengan pena. Membicarakan strategi bagaimana bisa berkontribusi menulis tentang pemikiran Islam maupun dunia Islam, baik lewat media online maupun media massa. Saat ini sangat perlu sekali dakwah lewat pena, memahamkan Islam yang benar ke ranah publik karena selama ini Islam sering salah dipahami, bukan saja oleh orang diluar Islam, bahkan oleh umatnya sendiri. Dan, kami, walau dengan keterbatasan ilmu yang ada, mencoba untuk terjun kedalam dunia “intelektual” ini.

Setiap kali diadakan acara semacam ini, saya serasa bersemangat dan disejukkan kembali hatinya. Yah, mungkin karena keseharian yang disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menyita waktu sehingga kadang lalau untuk men”ces” ruhiyah sehingga bisa seimbang kadar emosi dan hati ini. Menjadikan hati yang berbawaan keras untuk bisa sedikit lembut. Untuk beberapa saat, setelah acara, biasanya keterikatan dengan masjid itu ada. Dalam arti, membangun suasana dimana masjid merupakan sentra utama yang mesti menjadi pikiran, disinilah segala persoalan umat diperbincangakan dan dicarikan solusi tepatnya.

Saya kira, memang sudah semestinya begitu. Apalagi anak-anak muda yang masih mempunyai semangat dan darah segar. Memang sudah seharusnya kembali ke masjid. Dari pengalaman yang telah lalu, saya merasakan betul banyak manfaatnya ketika masih aktif memakmurkan masjid. Disana satu persatu persoalan umat terpecahkan. Dan, kini saatnya kita, khususnya anak muda, perlu kembali lagi jika selama ini telah jauh dari masjid. Tak jadi soal masjid kampung atau masjid kampus. Kita perlu menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas.

Sebagai tempat pembelajaran dan keilmuwan, misalnya Taman Pendidikan Alquran dan penyediaan buku-buku perputakaan yang “lengkap”. Kajian-kajian kontemporer. Pusat informasi, misalnya lewat radio dakwah maupun buletin-buletin. Maupun, membangun basis perekonomian umat lewat lembaga-lembaga riil seperti rumah zakat maupun lembaga-lembaga lainnya. Intinya, semuanya berujung pada kemajuan jamaah, minimal menyentuh masyarakat sekitarnya. Nah, jika selama ini kita telah lama meninggalkan dan tak memikirkan masjid sebagai sentra aktivitas umat, hari ini, detik ini, saatnya hati-hati kita senantiasa kita pautkan dengan masjid. Saatnya kita kembali ke masjid.

0 Response to "Kembali Ke Masjid"