Indahnya Subuh Bersama Ananda

Indahnya Subuh Bersama Ananda

Oleh: Yons Achmad

(Pendiri Majelis @amalperadaban)

 

Allahuakbar, Allahuakbar...

Azan subuh berkumandang dari masjid sebelah rumah. Sang ayah yang sebelumnya di ruangan salat segera menuju kamar anak-anaknya.

 “Kakak, Dedek, ayo salah subuh”

Sang Kakak (6 tahun), kelas  Kuttab Awwal 2A,  sekolah Kuttab Al-Fatih, Beji, Depok membuka matanya pelan-pelan, lalu bangkit mengambil air wudhu.

Sementara sang Adik (4 tahun). “Ayah, masih ngantuk,” Lalu sang ayah mengulurkan tangannya, memandunya untuk menuju tempat wudhu. “Ambil air wudhu, nanti pasti nggak ngantuk lagi.” Alhamdulillah berhasil. Sebagaimana  dalam sebuah hadis  yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa air wudhu bisa melepaskan salah satu ikatan setan.

Setengah mengantuk, sang adik mengumandangkan Iqomah.

Hari itu, bagi seorang ayah, adalah momentum yang terasa sangat indah. Bisa salat subuh bersama ananda, dan tentu juga bersama istri tercinta. Alhamdulillah, anak-anaknya sudah terbiasa salat subuh bersama. Dulu berusaha selalu salat subuh berjamaah di masjid (musala) terdekat, walau tak selalu berhasil. Tapi kini, karena masih pandemi Covid-19, salat jamaah di rumah saja.

Kenapa perlu membiasakan anak-anak salat subuh (berjamaah)? Tentu karena banyaknya keutamaan bagi yang melaksanakannya. Salah satunya, sebagaimana tersebut dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda, bahwasanya orang yang shalat Subuh akan dijamin oleh Allah. ''Siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia barada dalam jaminan Allah. Maka, jangan kamu mencari jaminan Allah dengan sesuatu (selain dari shalat), yang pada saat kamu mendapatkannya justru kamu tergelincir ke dalam api neraka.'' (HR Muslim). Itu salah satu keutamaan dan amal pribadi seseorang.

Lantas, bagaimana terkait dengan peradaban? Sebagaimana dalam keluarga muslim, anak-anak adalah kader peradaban yang bakal melanjutkan perjuangan. Seperti dalam sejarah gemilang umat, bahwa salat subuh berjamaah adalah salah satu petanda kualitas umat ini. Jika shalat Subuh berjamaah ini dapat dijalankan sebagaimana shalat Jumat maka akan dapat membangkitkan dan menyatukan umat Islam. Hanya orang munafik yang berat menjalankan shalat Subuh (HR Ahmad).

Dalam sejarah gemilang umat, kebangkitan peradaban ini selalu ditandai dengan penuh sesaknya shaf shalat subuh layaknya shalat jumat.  Seperti sebuah kisah, di mana Shalahuddin al-Ayyubi memantau pasukannya saat akan membebaskan Baitul Maqdis  (Sebuah tempat suci yang merujuk pada negeri Syam, termasyuk Palestina) dari jamaah shalat Subuhnya. Saban hari mengamati bagaimana kualitas dan jamaah salat subuh di masjid-masjid. Setelah memastikan cukup, barulah ia menyusun strategi militernya.

Begitu juga yang dilakukan oleh  Muhammad al-Fatih. Sang legenda perjuangan ini senantiasa  mempersiapkan pembebasan benteng Konstantinopel berdasar bagaimana kondisi jamaah shalat Subuh yang dilakukan pasukannya.  Sebuah pasukan yang berbaris rapi dengan disiplin tinggi yang dihasilkan dari bagaimana salat subuh jamaah tak pernah ditinggalkan sejak baligh.

Inilah salah satu proses bagaimana umat terbaik dihasilkan. Sebagaimana disebutkan dalam surat Ali-Imran ayat 110.  Jadilah kalian umat terbaik (Kuntum khaira ummah).  Dalam ayat ini Allah SWT menyebut “Kuntum” jadilah kalian, bukan “Antum” kalian. Saya sepakat ketika penafsirannya memang sebuah proses. Artinya, agar  umat  bisa menjadi umat terbaik, selalu memerlukan proses.

Dalam keluarga, artinya kita perlu mendidik, membina, mengarahkan anak-anak dalam sebuah keluarga dengan visi peradaban. Itulah proses mutlak yang harus dijalankan. Dan salah subuh (berjamaah) adalah satu diantara usaha bagaimana anak-anak bisa memiliki kesalehan pribadi sekaligus kelak bisa memainkan peran (kontribusi) terbaiknya untuk peradaban. []

0 Response to "Indahnya Subuh Bersama Ananda"