Usia 25 Tahun

Usia 25 Tahun
Oleh
Yon’s Revolta


lebih baik menyalakan lilin
daripada mengutuk kegelapan

~sebuah pepatah bijak~

Saat saya masuk kuliah, saya punya rencana hebat (dalam ukuran saya waktu itu). Di usia 25 tahun, saya harus sudah mapan secara finansial (kata pakar keuangan jaman sekarang). Sudah menikah, dan menikmati pekerjaan, profesi tetap saya. Hidup nyaman di rumah sendiri, walau kecil tapi tenang dengan bermacam tanaman di pekarangan serta kolam ikan mungil. Dulu saya punya cita-cita menjadi seorang diplomat. Harusnya dulu saya masuk Hubungan Internasional (HI), tapi nyasar di Komunikasi sebuah universitas kecil yang tak terkenal. Itupun tersendat-sendat. Sampai sekarang. Rencana itu, menggantung di awan tinggi.

Tak apa. Tak perlu disesali. Dulu, satu kenikmatan yang terbayang, jadi diplomat bisa berkeliling kota bahkan dunia. Menikmati keindahan berbagai negeri dengan segala dinamisasinya. Tapi, ternyata keadaan berbicara lain. Usia 25 tahun telah terlewati. Hidup saya, masih biasa saja. Masih sendiri, belum menikah, belum cukup mapan secara finansial.

Hidup memang tak perlu terlalu didramatisir. Walau jujur, saya sendiri kadang terjebak untuk mendramatisir kehidupan. Soal jalan hidup, memang kadang tak sesuai dengan yang diharapkan. Kalau waktu sudah berlalu, kalau nasi sudah menjadi bubur, ya sudahlah. Kata orang, segera taburi dengan kecap dan daging agar semakin enak rasanya. Barangkali, ada yang mengatakan jalan ini adalah jalan orang-orang kalah. Tak apa, toh kalah menang bisa berulang dalam setiap kehidupan. Kadang kita menang, kadang kita terpuruk dan kalah. Justru inilah pelangi kehidupan.

Saya percaya, ketika orang masih bisa menggunakan akal sehatnya, semua akan baik-baik saja. Kalau akal sehat sudah hilang, rusaklah dunia ini. Hidup kacau balau, semua berjalan tanpa kontrol. Wajar saja, karena memang akal sehat tercampakkan. Maka, beruntunglah orang yang barangkali masih hidup penuh perjuangan dan kesederhanaan, tapi akal sehatnya berjalan. Modal ini sejatinya yang bisa memandu orang untuk keluar dari pernak-pernik kehidupan yang bisa jadi rumit itu.

Saya jadi ingat seorang penjual buah keliling itu. Saya tak kenal dan tak tahu namanya. Yang saya sering lihat, penjual buah itu pulangnya selalu sore. Saat azan maghrib berkumandang, baru pelan-pelan mendorong gerobak pulang kerumahnya. Saat ini bulan ramadhan, dia tak berjualan buah. Dia menghormati orang-orang yang sedang puasa rupanya. Tadi saya lihat, profesinya sudah ganti. Dia berjualan balon. Artinya apa, inilah skenario, sebuah strategi menjalani kehidupan.

Saya barangkali juga begitu. Hidup harus tetap berjalan. Masalah itu biasa, rencana boleh berubah. Kata Rendra dalam “sajak seorang tua untuk istrinya” dikatakan “suka duka kita bukanlah istimewa karena setiap orang mengalaminya”. Begitulah, hidup memang harus tetap berjalan. Duka kita, seberat apapun, hadapi dengan senyuman. Kalau sekarang ada yang bertanya “Apa kabarmu hari ini..?”. Pelan tapi mantap, akan saya coba jawab dengan begini, “Tetap mencoba tersenyum dan berusaha bersyukur dalam kondisi apapun”. Gampang diucapkan, tapi sulit dilakukan memang.

Lalu, maunya apa..?.

Seperti si penjual buah tadi, skenario perlu dimainkan. Kuncinya, memang tak perlu terlalu mengutuk keadaan. Pekerjaan menjadi diplomat mungkin terlampau jauh tergapai. Tapi, ada hal baik juga yang saya alami. Bertahun-tahun saya malah menikmati “pacaran” dengan berbagai buku. Walau pernah 300-an buku hilang dicolong orang. Syukurlah, pernah terbaca, walau tak semua. Karena hilang, yo wis, ikhlaskan saja. Dari buku, saya belajar bukan hanya sebagai pembaca, saya belajar menjadi penulis.

Menjadi novelis produktif. Sebuah profesi yang nampak indah. Bisakah hidup layak..?. Sejarah yang kelak membuktikan. Hanya, kalau memang harus melakukan pekerjaan lain, kenapa tidak !. Hidup memang butuh uang, harus bekerja keras untuk bisa mendapatkannya. Tapi, tak perlu terlalu memburunya bukan ?". Saya akan bekerja sewajarnya saja. Kelak, saksikan saja sebuah "Kafe Baca" berdiri dengan gagahnya, dan orang-orang membicarakan novel saya disitu....

6 Responses to "Usia 25 Tahun"

Anonim mengatakan...

Mmm Anis Matta words...from Hero to Zero or Way to Win...........Ukuran sukses tergantung dari qta memaknainya kan pung. Semoga kafe baca mu segera terwujud...

Anonim mengatakan...

yang anonim ntu my comment punk (biasa jendelane pake acara trouble)

Anonim mengatakan...

umur 25 mau apa? mau nikah sih. tadinya target 24, tapiiii...ya kalo 25 juga gpp deh, hehehe...

hai punk, salam buat Khadijah yak! ^_^

Anonim mengatakan...

Punk,maaf deh.Dikau baru ultah ke25? Dala ngga bisa baca postinganmu. Huruf dan background sama2 gelap @-)

Anonim mengatakan...

Hmmm, bentar lagi usiaku kan memasuki 25 thn..

Anonim mengatakan...

Baru saja aku mengetik kata usia 25 dan nyasar ke blog antum. ha..ha...
gak nyangka semua orang cukup khawatir dengan usia 25. seperempat abad bo!!! :)

kalo aku seh spakat deh ma mnx...:p